Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Anak dengan kebutuhan khusus perlu dikenal dan
diidentifikasi dari kelompok anak pada umumnya, oleh karena mereka memerlukan
pelayanan yang bersifat khusus. Pelayanan tersebut dapat berbentuk pertolongan
medik, latihan-latihan therapeutic, maupun program pendidikan khusus, yang
bertujuan untuk membantu mereka mengurangi keterbatasannya dalam hidup
bermasyarakat.
Dalam
rangka mengidentifiksi (menemukan) anak dengan kebutuhan khusus, diperlukan
pengetahuan tentang berbagai jenis dan gradasi (tingkat) kelainan organis
maupun fungsional anak melalui gejala-gejala yang dapat diamati sehari-hari.
Dalam PP Nomor 72 Tahun 1991 Bab XII Pasal 28 Ayat I
dinyatakan bahwa : "Bimbingan
merupakan bantuan yang diberikan kepada peserta didik dalam rangka upaya menemukan pribadi, mengatasi masalah yang
disebabkan oleh kelainan yang disandang,
mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depan
".
Dari
pernyataan ini tampak jelas bahwa layanan bimbingan memegang peranan penting
dalam mempersiapkan siswa menghadapi masa depannya. DI pihak lain, guru sebagai pengelola inti dalam proses belajar
mengajar (PBM) mempunyai tugas untuk melaksanakan layanan bimbingan di
sekolahnya, terlepas dari ada atau tidak ada petugas khusus yang disiapkan
untuk itu. Peran guru sebagai pembimbing semakin diperkokoh posisinya selaku
fasilitator dalam mencapai perkembangan siswa secara optimal.
Hal ini selaras dengan tugas pokok guru yang tercantum dalam
PP Nomor: 84/P/1993 Bab II pasal 3 tentang Tugas - tugas
Pokok Guru yaitu:
Menyusun
program pengajaran, menyajikan program pengajaran, evaluasi belajar, analisis
hasil evaluasi belajar, serta menyusun program perbaikan dan pengayaan terhadap
peserta didik yang menjadi tanggung jawabnya; atau menyusun program bimbingan,
melaksanakan program bimbingan, evaluasi pelaksanaan bimbingan, analisis hasil
pelaksanaan bimbingan, dan tindak lanjut dalam program bimbingan terhadap
peserta didik yang menjadi tanggung jawabnya.
Dari uraian di atas, jelas bahwa guru di sekolah dasar
khususnya, di samping merupakan petugas inti pengelola peristiwa belajar
mengajar dan pemelancar belajar siswa, juga memegang peranan kunci dan menjadi
suatu keharusan bagi guru tersebut untuk bertanggung jawab atas pelaksanaan
layanan bimbingan khususnya dalam proses pembelajarannya.
Fenomena di lapangan menunjukkan bahwa latar belakang
pendidikan guru di sekolah dasar, tidak dipersiapkan untuk menjadi seorang
konselor terlebih konselor bagi anak berkebutuhan khusus (ABK). Dengan
demikian, pengetahuan guru tentang Bimbingan dan konseling relatif sedikit.
Demikian pula program yang khusus dirancang bagi anak berkebutuhan khusus di
sekolah dasar belum tersedia, sementara siswa yang dihadapi guru sangat
memerlukan layanan bimbingan secara khusus, sehingga setiap kebutuhan siswa
dapat terpenuhi.
1.2
Batasan Pembuatan Makalah
1.
Konsep dasar hakikat bimbingan di
Sekolah Dasar
2.
Konsep dasar karakteristik dan
permasalahan anak berkebutuhan khusus
3.
Konsep dasar bimbingan bagi anak
berkebutuhan khusus
1.3
Tujuan Pembuatan Makalah
1.
Mengetahui konsep dasar hakikat
bimbingan di Sekolah Dasar
2.
Mengetahui konsep dasar
karakteristik dan permasalahan anak
berkebutuhan khusus
3.
Mengetahui konsep dasar bimbingan
bagi anak berkebutuhan khusus
4.
Untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Hakikat Bimbingan di Sekolah Dasar
2.1.1 Latar Belakang
Konsep belajar tuntas yang dianut kurikulum di Indonesia menuntut agar para
siswa dalam setiap pertemuan pembelajaran dapat menguasai unit bahan tertentu
secara tuntas sebelum siswa tersebut melanjutkan usahanya untuk mempelajari
atau menguasai bahan selanjutnya. Penguasaan terhadap bahan yang kini sedang
dipelajarinya akan mempunyai pengaruh yang besar terhadap usaha dan
keberhasilan siswa dalam menguasai bahan berikutnya.
Kenyataan menunjukan kepada kita bahwa tidak semua siswa,
pada setiap saat berhasil dalam kegiatan belajar yang dilakukannya.
Ketidakberhasilan yang dialami siswa dapat bersumber pada keadaan diri siswa
sendiri atau dapat pula bersumber pada faktor uang ada diluar dirinya. Yang
pasti bahwa mereka, sadar ataupun tidak membutuhkan bimbingan orang lain dalam
usaha mengatasi kesulitan yang dihadapinya agar tujuan belajar yang mereka lakukan
tercapai secara lebih baik. Layanan bimbingan ini lebih-lebih dirasakan
kebutuhannya bagi siswa-siswa anak berkebutuhan khusus yang karena kelainannya
yang bermacam-macam dapat merupakan salahsatu faktor timbulnya kesulitan
belajar di sekolah.
Kebutuhan akan bimbingan sangat dipengaruhi oleh factor
filosofis, psikologis, social budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi,
demokratisasi dalam pendidikan dan perluasan program pendidikan. Latar belakang
filosofis berkaitan dengan pandangan tentang hakikat manusia. Salah satu aliran
filsafat yang berpengaruh besar terhadap timbulnya semangat memberikan
bimbingan adalah filsafat humanism. Aliran filsafat ini berpandangan bahwa
manusia memiliki potensi untuk dapat di kembangkan seoptimal mungkin. Aliran
ini mempunyai keyakinan bahwa masyarakat yang miskin dapat dikembangkan melalui
bimbingan pekerjaan, dan pengangguran dapat dihapuskan. Mereka berpandangan
bahwa sekolah adalah tempat yang baik untuk memberikan bimbingan pekerjaan
dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Latar belakang psikologis berkaitan erat dengan proses
perkembangan manusia yang sifatnya unik, berbeda dari individu lain dalam
perkembangannya. Implikasi dari keagamaan ini ialah bahwa individu memiliki
kebebasan dan kemerdekaan untuk memilih dan mengembangkan diri sesuai dengan
keunikan atau potensi masing-masing tanpa menimbulkan konflik dengan
lingkungannya. Dari sisi keunikan dan keragaman individu bimbingan diperlukan
untuk membantu setiap individu mencapai perkembangan yang sehat di dalam
lingkunganya.
Kehidupan sosial budaya suatu masyarakat adalah sistem
terbuka yang selalu berinteraksi dengan sistem lain. Keterbukaan ini mendorong
terjadinya pertumbuhan, pergeseran, dan perubahan nilai dalam masyarakat, yang
akan mewarnai cara berpikir dan perilaku individu. Nilai menjadi hal penting
dalam perkembangan individu karena nilai menjadi dasar bagi individu dalam
proses memilih dan mengambil keputusan. Bimbingan dan konseling membantu
individu memelihara, menginternalisasi, memperhalus, dan memaknai nilai sebagai
landasan dan arah pengembangan diri.
Akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat
pesat, kesempatan kerja berkembang dengan cepat pula., sehingga siswa
memerlukan bantuan dan pembimbing untuk menyesuaikan minat dan kemampuan mereka
terhadap kesempatan dunia kerja yang selalu berubah dan meluas.
Sistem pemerintah yang semakin demokratis berdampak positif
terhadap seluruh aspek kehidupan. Kesempatan yang sama untuk semua orang telah
menjadi kenyataan dalam berbagai bidang, baik di sekolah, universitas,
perguruan tinggi lainnya, pabrik-pabrik dan industri, maupun di kalangan
professional. Sekolah-sekolah menampung murid-murid dari berbagai
asal-usul dan latar belakang yang berbeda. Keadaan ini menimbulkan bertumpuknya
masalah yang dihadapi seseorang yang terlibat dalam kelompok campuran itu.
Dalam keadaan semacam ini pelayanan bimbingan merupakan salah satu cara untuk
menanngulangi masalah tersebut.
Perluasan program pendidikan memberikan kesempatan kepada
siswa untuk mencapai tingkat pendidikan setinggi mungkin sesuai dengan
kemampuannya. Arah ini menimbulkan kebutuhan akan bimbingan. Yaitu dalam
memilih kelanjutan sekolah yang paling tepat. Serta menilai kemampuan siswa
yang bersangkutan, mungkinkah dia melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih
tinggi.
Perkembangan di bidang industri selain berdampak positif,
juga berdampak negatif terhadap kehidupan sosial para remaja, terutama mereka
yang tinggal di kota-kota industri. Kenakalan remaja meningkat, ketegangan dan
prasangka rasial yang didasarkan sentimen keagamaan meningkat, peranan rumah
sebagai penunjang, penggerak dan Pembina moral tidak efektif, moral dan
nilai-nilai menjadi kacau tidak menentu. Kondisi tersebut membutuhkan bimbingan
yang memadai untuk menanggulanginya.
2.1.2 Makna dan Prinsip Umum Bimbingan
Banyak ragam definisi yang bisa diangkat tentang bimbingan.
Satu definisi bimbingan yang diangkat disini ialah bahwa “ bimbingan adalah
proses membantu individu untuk mencapai perkembangan optimal.” Definisi ini
memiliki makna bahwa:
a.
Bimbingan adalah suatu proses.
Sebagai suatu proses bimbingan merupakan kegiatan yang berkelanjutan,
berlangsung terus menerus dan bukan kegatan seketika atau kebetulan. Bimbingan
adalah kegiatan yang sistematis dan berencana yang terarah kepada pencapaian
tujuan dan bukan kegiatan sewaktu-waktu atau insidential.
b.
Bimbingan adalah bantuan. Maksudnya
adalah mengembangkan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan siswa,
memberikan dorongan dan semangat, menumbuhkan keberanian bertindak bertanggung
jawab, mengembangkan kemampuan untuk memperbaiki dan mengubah perilakunya
sendiri.
c.
Bantuan itu diberikan kepada
individu. Individu yang diberi bantuan adalah individu yang sedang berkembang
dengan segala keunikannya. Bantuan dalam bimbingan diberikan dengan
mempertimbangkan keragaman dan keunikan individu. Tidak ada teknik pemberian
bantuan yang berlaku umum bagi semua siswa karena bantuan yang diberikan kepada
siswa akan dipahami dan dimaknai secara individual sesuai dengan pengalaman,
kebutuhan, dan masalah yang dihadapi siswa. Ini berarti bahwa bantuan yang
diberikan kepada siswa harus didasarkan kepada pemahaman terhadap kebutuhan dan
masalah siswa. Oleh karena itu guru perlu memiliki keterampilan memahami perkembangan,
kebutuhan, dan masalah siswa.
d.
Tujuan bimbingan adalah perkembangan
optimal. Maksudnya perkembangan yang sesuai dengan potensi dan system nilai
tentangkehidupan yang baik dan benar. Perkembangan optimal bukanlah semata-mata
pencapaian tingkat kemampuan intelektual yang tinggi, yang ditandai dengan
penguasaan pengetahuan dan keterampilan, melainkan suatu kondisi dinamik dimana
individu mempu mengenal dan memahami diri, berani menerima kenyataan diri,
mengarahkan diri sesuai dengan kemampuan, kesempatan dan system nilai ,
melakukan pilihan dan mengambil keputusan atas tanggung jawab sendiri.
2.1.3 Prinsip- Prinsip Umum Bimbingan
1.
Bimbingan diberikan kepada individu
yang sedang berada dalam proses berkembang. Ini berarti bahwa bantuan yang diberikan
kepadda siswa harus bertolak dari perkembangan dan kebutuhan siswa.
Pembimbing bertugas untuk membantu siswa memahami system nilai sebagai bagian
dari proses pengembangan dirinya.
2.
Bimbingan diperuntukan bagi semua
siswa. Ini berarti bahwa pembimbing perlu memahami perkembangan dan kebutuhan
siswa secara menyeluruh, dan menjadikan perkembangan dan kebutuhan siswa
tersebut sebagai salah satu dasar bagi penyusunan program bimbingan di sekolah.
Prinsip ini juga mengandung arti bahwa pemberian bantuan kepada siswa tidak
menunggu munculnya massalah pada siswa melainkan diarahkan kepada upaya
mencagah munculnya masalah dan mengembangkan kemampuan siswa untuk
menyelesaikan masalah sendiri.
3.
Bimbingan dilaksanakan dengan
mempedulikan semua segi perkembangan siswa. Ini berarti bahwa dalam bimbingan
semua segi perkembangan siswa baik fisik, mental dan social maupun emosional
dipandang sebagai satu kesatuan dan saling berkaitan.
4.
Bimbingan berdasarkan pada pengakuan
atas kemampuan individu untuk menentukan pilihan. Ini mengandung makna bahwa
setiap siswa memiliki kemampuan untuk menentukan pilihan sendiri tentang apa
yang akan dia lakukan. Pembimbing tidak emilihkan sesuatu untuk siswa melaikan
membantu mengembangkan kemampuan siswa untuk melakukan pilihan.
5.
Bimbingan adalah bagian terpadu dari
proses pendidikan. Proses pendidikan bukanlah proses pengembangan aspek
intelektual semata, melainkan proses pengembangan seluruh aspek kepribadian
siswa. Ini berarti bahwa didalam praktek pendidikan tidak cukup hanya
melaksanakan proses pembelajaran yang lebih banyak terpokus kepada
membantu siswa menguasai pengetahuan secara intelektuan melainkan juga harus
disertai dengan pengembangan aspek lain seperti keterampilan social, kecerdasan
emosional, disiplin diri, pemahaman nilai, sikap dan kebiasaan belajar.
6.
Bimbingan dimaksudkan untuk membentu
siswa merealisasikan dirinya. Ini berarti bahwa bantuan di dalam proses
bimbingan diarahkan untuk membantu siswa memahami dirinya, mengarahkan diri
kepada tujuan yang realistic dan mencapai tujuan yang realistic itu sesuai
dengan kemampuan diri dan peluang yang di peroleh.
2.1.4 Kedudukan dan Permasalahan Bimbingan di Sekolah Dasar
Secara formal kedudukan bimbingan dalam sistem pendidikan di
Indonesia telah digariskan dalam UU No.2/1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional beseta perangkat Peraturan Pemerintahannya. Hal-hal yang berkenaan
dengan pendidikan dasar dibicarakan secara khusus dalam PP No. 28/1989. Pada
pasal 25 dalam PP tersebut dikatakan bahwa:
(1)
Bimbingan merupakan bantuan yang
diberikan kepada siswa dalam rangka upaya menemukan pribadi, mengenal
lingkungan dan merencanakan masa depan;
(2)
Bimbingan dilakukan oleh guru
pembimbing.
Adapun target layanan bimbingan, antara lain:
a. Siswa dengan kecerdasan dan kemampuan tinggi;
b. Siswa yang mengalami kesulitan belajar;
c. Siswa dengan perilaku bermasalah.
Pengakuan formal seperti ini mengandung arti bahwa layanan
bimbingan di Sekolah Dasar perlu dilaksanakan secara terprogram dan ditangani
oleh orang yang memiliki kemampuan untuk itu. Oleh karena itu, guru Sekolah
Dasar dikehendaki memiliki pemahaman dan kemampuan untuk menyelenggarakan
layanan bimbingan.
Keberadaan bimbingan di SD terkait erat dengan
sistem pendidikan dasar 9 tahun. Sehingga SD tidak hanya mengantarkan siswanya
untuk tamat belajar, melainkan harus membantu siswa mengembangkan kesiapan baik
dalam segi akademik, social maupun pribadi untuk memasuki proses pendidikan di
SLTP. Ini berarti bahwa di Sekolah Dasar guru memegang peran kunci didalam
pelaksanaan bimbingan. Pada tingkat Sekolah Dasar bimbingan dapat dikatakan
identik “mengajar yang baik” terutama jika guru memainkan peran-peran penting
dalam mengembangkan lingkungan kondusif bagi perkembangan siswa.
Kebutuhan akan layanan bimbingan di SD bertolak dari
kebutuhan dan masalah perkembangan siswa. Temuan lapangan (Sunaryo Kartadinata,
1992; Sutaryat Trisnamansyah, dkk, 1992) menunjukkan bahwa masalah perkembangan
siswa Sekolah Dasar menyangkut aspek perkembangan fisik, kognitif, pribadi, dan
social. Masalah perkembangan ini memunculkan kebutuhan akan layanan bimbingan
di SD ialah tentang keragaman individual siswa amat lebar.
Adapun hubungan bimbingan dengan kurikulum antara lain:
kurikulum merupakan rancangan pengalaman belajar bagi siswa untuk mempercepat
perkembangan intelektualnya. Karena perkembangan siswa SD yang bersifat
holistik yang menghendaki keterpaduan antara layanan bimbingan dan proses
pembelajaran, maka:
Pertama, bimbingan merupakan piranti
(instrument) untuk memahami rentang kecakapan, prestasi, minat, kekuatan,
kelemahan, masalah, dan karakteristik perkembangan siswa sebagai segi- segi
esensial yang mendasar perencanaan kegiatan kurikuler;
Kedua, bimbingan membantu siswa dalam
memahami dan memasuki kegiatan belajar yang disediakan dalam pengalaman
kurikuler itu.
2.1.5 Pendekatan Perkembangan dalam Bimbingan
Myrick dalam Muro&Kotman, 1995 yang diperjelas kembali
oleh Sunaryo Kartadinata (1998: 15) dan Ahman (2005: 11-34) mengemukakan empat
pendekatan dapat dirumuskan sebagai pendekatan dalam bimbingan, yaitu
pendekatan (a) krisis, (b) remedial, (c) preventif, (d) perkembangan.
Dalam pendekatan krisis, pembimbing menunggu munculnya suatu
krisis dan dia bertindak membantu seseorang yang menghadapi krisis itu. Teknik
yang digunakan dalam pendekatan ini adalah teknik-teknik yang secara pasti
dapat mengatasi krisis itu. Contohnya seorang anak dating mengadu kepada guru
sambil menangis karena didorong temannya sehingga tersungkur ke lantai. Pembimbing
yang menggunakan pendekatan ini akan meminta anak itu membicarakan penyelesaian
masalah dengan temannya tersebut. Bahkan mungkin akan memanggil anak-anak itu
ke kantornya untuk membicarakan penyelesaian masalah.
Dalam pendekatan remedial, guru akan memfokuskan bantuannya
kepada upaya menyembuhkan atau memperbaiki kelemahan-kelemahan yang tampak.
Tujuannya adalah menghindarkan terjadinya krisis yang mungkin terjadi. Berbagai
strategi bias dilakukan seperti mengajarkan kepada siswa keterampilan tertentu
misalnya keterampilan berdamai sehingga siswa tadi memiliki keterampilan untuk
mengatasi masalah hubungan antar pribadi.
Pendekatan preventif mencoba mengantisipasi masalah-masalah
generic dan mencegah terjadinya masalah itu. Masalah-masalah yang dimaksud
seperti putus sekolah, berkelahi, kenakalan, merokok, dan sejenisnya yang
secara potensial masalah itu dapat terjadi pada siswa secara umum. Model ini
didasarkan pada pemikiran bahwa bila guru dapat mendidik siswanya untuk
menyadari bahaya dari berbagai kegiatan dan menguasai metode untuk menghindari
terjadinya masalah itu maka pembimbing akan dapat mencegah siswa dari perbuatan
yang membahayakan tersebut. Teknik yang dapat digunakan diantaranya mengajar
dan memberikan informasi. Dari contoh diatas, guru akan mengajarkan sikap
toleran dan memahami orang lain sehingga dapat mencegah munculnya perilaku
agresif tanpa menunggu munculnya krisis terlebih dahulu.
Pendekatan perkembangan merupakan pendekatan yang lebih
mutakhir dan lebih proaktif dibandingkan tiga pendekatan sebelumnya. Pembimbing
yang menggunakan pendekatan ini beranjak dari pemahaman tentang keterampilan
dan pemahaman khusus yang dibutuhkan siswa untuk mencapai keberhasilan di
sekolah dan dalam kehidupan. Pendekatan ini memberikan perhatian kepada
tahap-tahap perkembangan siswa, kebutuhan, dan minat serta membantu siswa
mempelajari keterampilan hidup (Robert Myrick, 1989). Teknik yang dapat
dilakukan diantaranya mengajar, menukar informasi, bermain peran, melatih,
tutorial, dan konseling. Dari contoh diatas, guru yang menggunakan pendekatan
ini, akan menangani anak sejak tahun-tahun pertama masuk sekolah, mengajari dan
menyediakan pengalaman belajar bagi anak itu yang dapat mengembangkan
keterampilan hubungan antarpribadi yang diperlukan untuk melakukan interaksi
yang efektif dengan orang lain. Oleh karena itu, keterampilan dan pengalaman
belajar yang menjadi kebutuhan siswa akan dirumuskan ke dalam suatu
kurikulum bimbingan atau dirumuskan sebagai layanan dasar umum.
Pendekatan perkembangan bertolak dari pemikiran bahwa
perkembangan yang sehat akan berlangsung dalam interaksi yang sehat antarsiswa
dengan lingkungannya. Hal ini membawa dua implikasi pokok bagi pelaksanaan
bimbingan di Sekolah, antara lain:
1.
Perkembangan adalah tujuan bimbingan;
2.
Interaksi yang sehat merupakan iklim
lingkungan perkembangan sebagai pendukung sistem pelaksanaan bimbingan di
sekolah.
Ada empat komponen program dalam bimbingan perkembangan
yaitu:
1.
Layanan dasar bimbingan adalah
layanan umum yang diperuntukkan bagi semua siswa;
2.
Layanan responsive adalah
layanan yang diarahkan untuk membantu siswa mengatasi masalah yang dihadapi
pada saat itu;
3.
Layanan perencanaan individual
adalah layanan yang dimaksudkan untuk membantu siswa mengembangkan dan
mengimplementasikan rencana pendidikan, karir, dan pribadi;
4.
Komponen pendukung sistem adalah
komponen yangberkaitan dengan aspek menejerial.
Pada saat ini telah terjadi perubahan paradigma pendekatan
bimbingan dan konseling, yaitu dari pendekatan yang berorientasi tradisional,
remedial, klinis, dan terpusat pada konselor, kepada pendekatan yang
berorientasi perkembangan dan preventif. Pendekatan bimbingan dan konseling
perkembangan (Developmental Guidance and Counseling), atau bimbingan dan
konseling komprehensif (Comprehensive Guidance and Counseling).
Pelayanan bimbingan dan konseling komprehensif didasarkan kepada upaya
pencapaian tugas perkembangan, pengembangan potensi, dan pengentasan
masalah-masalah konseli. Tugas-tugas perkembangan dirumuskan sebagai standar
kompetensi yang harus dicapai konseli, sehingga pendekatan ini disebut juga
bimbingan dan konseling berbasis standar (standard based guidance and counseling). Standar dimaksud adalah standar
kompetensi kemandirian.
Dalam pelaksanaannya, pendekatan ini menekankan kolaborasi
antara konselor dengan para personal Sekolah/ Madrasah lainnya (pimpinan
Sekolah/Madrasah, guru-guru, dan staf administrasi), orang tua konseli, dan
pihak-pihak ter-kait lainnya (seperti instansi pemerintah/swasta dan para ahli
: psikolog dan dokter). Pendekatan ini terintegrasi dengan proses pendidikan di
Sekolah/Madrasah secara keseluruhan dalam upaya membantu para konseli agar
dapat mengem-bangkan atau mewujudkan potensi dirinya secara penuh, baik
menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir.
Atas dasar itu, maka implementasi bimbingan dan konseling di
Sekolah/Madrasah diorientasikan kepada upaya memfasilitasi perkembangan potensi
konseli, yang meliputi as-pek pribadi, sosial, belajar, dan karir; atau terkait
dengan pengembangan pribadi konseli sebagai makhluk yang berdimensi biopsikososiospiritual
(biologis, psikis, sosial, dan spiritual).
2.2
Karakteristik dan Permasalahan Anak
Berkebutuhan Khusus
2.2.1Konsep Dasar Anak Berkebutuhan Khusus
Secara historis istilah untuk menyebutkan anak berkebutuhan
khusus (ABK) mengalami perubahan beberapa kali sesuai paradigma yang diyakini
pada saat itu. Perubahan yang dimaksud dimulai dari anak cacat, anak tuna, anak
berkekurangan, anak luar biasa atau anak berlainan sampai anak berkebutuhan
khusus. Klirk (1986:5) mengemukakan bahwa kekeliruan orang dalam memahami
anak-anak ini akan berdampak kepada bagaimana ia melakukan pendidikan bagi
mereka.
Di Indonesia penggunaan istilah tersebut baru diundangkan
secara khusus pada tahun 1950 melalui Undang Undang Nomor 4, kemudian disusul
dengan Undang Undang Nomor 12 tahun 1954.
Istilah yang digunakan di Indonesia saat ini adalah anak
berkebutuhan khusus sebagai terjemahan dari istilah ”Children with Special
needs”. Istilah ini muncul sebagai akibat adanya perubahan cara pandang
masyarakat terhadap anak luar biasa (Exceptional Children).
Pandangan ini baru meyakini bahwa semua anak luar biasa mempunyai hak yang sama
dengan manusia pada umumnya. Oleh karena itu, semua anak luar biasa baik yang
berat maupun yang ringan harus dididik bersama-sama dengan anak-anak pada
umumnya di tempat yang sama. Dengan perkataan lain anak-anak luar biasa tidak
boleh ditolak untuk belajar di sekolah umum yang mereka inginkan. System pendidikan
seperti inilah yang disebut dengan pendidikan inklusif. Dalam system pendidikan
seperti ini digunakan istilah anak berkebutuhan khusus untuk menggantikan
istilah anak luar biasa yang mengandung makna bahwa setiap anak mempunyai
kebutuhan khusus baik yang permanen maupun yang tidak permanen.
2.2.2
Karakateristik Umum Anak
Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus yang dimaksud di sini adalah anak
yang mengalami penyimpangan sedimikian rupa dari anak normal baik dalam
karakteristik mental, fisik, social, emosi, ataupun kombinasi dari hal-hal
tersebut sehingga memerlukan layanan pendidikan khusus supaya dapat
mengembangkan potensinya seoptimal mungkin.
Meskipun anak berkebutuhan khusus itu berdiferensiasi, namun
pada dasarnya mereka juga memiliki karakteristik yang relative sama diantaranya
dalam hal perkembangan intelektual, sosialisasi, stabilitas emosi, dan
komunikasi.
Dalam segi perkembangan intelektual, rata-rata semua jenis
anak berkebutuhan khusus terhambat bahkan ada yang terhambat sekali. Hal ini
tergantung tingkat intensitas kelainannya dan derajat kedalaman pengalaman yang
diberikan kepadanya.
Dalam segi sosialisasi, pada umumnya mereka mengalami
kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya, meskipun di balik itu
mengalami kemudahan dalam menyesuaikan dengan sesama anak berkebutuhan khusus
yang sama kelainannya. Kesulitan menyesuaikan diri dapat terjadi karena adanya
rasa rendah diri yang disebabkan adanya kelainan ataupun keterbatasan dalam
kesanggupan menyesuaikan diri.
Dari stabilitas emosi, nampak pada umumnya emosi kurang
stabil, mudah putus asa, tersinggung, konflik diri dsb. Hal ini muncul diduga
karena keterbatasannya di dalam gerak, wawasan dan mengendalikan diri.
Dari segi komunikasi, mengalami hambatan terutama bagi mereka
yang mempunyai kelainan cukup berat, meskipun terbantu dengan
kemampuan-kemampuan lainnya, misalnya yang mengalami gangguan penglihatan dapat
diatasi dengan pendengaran atau perabaan, gangguan pendengaran dapat diatasi
dengan penglihatan dsb.
2.2.3
Karakteristik dan Permasalahan Anak
Tunanetra
Anak tunanetra adalah anak mengalami penyimpangan atau
kelalinan indra penglihatan baik kelainan itu bersifat berat maupun ringan,
sehingga memerlukan pelayanan khusus dalam pendidikannya untuk dapat
mengembangkan potensinya seoptimal mungkin.
Dalam konteks pendidikan seorang anak dikatakan tunanetra
jika dikatakan memiliki karakteristik yang khas, diantaranya sebagai berikut:
1.
Anak tunanetra tidak mengharapkan
simpati oranglain tetapi diharapkan sebagaimana orang lain dan memperoleh
kesempatan untuk mengembangkan diri agar dapat mandiri di kemudian hari.
2.
Dia tidak mampu mengamati bagaimana
orang lain melakukan sesuatu.
3.
Pada umumnya memiliki kepribadian
yang relative berbeda dengan anak awas, misalnya: merasa rendah diri, hidupnya
tidak terarah dan tidak bermakna, mudah mengalami frustasi dsb.
4.
Pada umumnya memiliki perbedaan yang
cukup tajam dalam menanggapi dan mereaksi lingkungan.
5.
Pada umumnya memiliki
ketergantungan yang berlebihan kepada oranglain.
6.
Karena keterbatasannya dalam
mengahadapi rangsangan visual dia sering berprasangka atau curiga kepada orang
lain.
7.
Fungsi kognisinya kurang dapat
berkembang sesuai dengan semestinya karena informasi yang dapat diterima
terbatas.
8.
Pada umumnya memiliki perasaan mudah
tersinggung karena disamping terbatasnya menerima rangsangan visual juga
peranan indranya kurang baik.
9.
Pada umumnya memiliki kondisi fisik
yang kuranga seimbang sehingga dalam geraknya kurang leluasa.
10.
Kemampuan orientasi ruang dan
mobilitas sangat terbatas.
11.
Terdapat perbedaan yang cukup besar
dalam motivasi untuk sukses dengan anak normal.
Dari karakteristik yang dimilikinya maka muncullah beberapa
jenis masalah yang dihadapi individu terutama yang dihadapi oleh murid-murid
sekolah. Masalah tersebut sekurang-kurangnya dapat digolongkan sebagai berikut:
1.
Masalah pengajaran
Misalnya kesulitan dalam manangakap pelajaran serba
verbalistik, mengunakan buku-buku, cara belajar baik sendiri maupun
berkelompok, kesulitan dalam memilih metode belajar mengajar yang tepat,
kesulitan dalam hal menulis dan membaca, keterbatasan perabaan-pendengaran dan
ingatan serta sarana yang diperlukan dalam proses KBM yang terbatas.
2.
Masalah pendidikan
Masalah yang dihadapi awal masuk sekolah yaitu: menyesuaikan
diri dengan lingkungan sekolah, guru-guru dan staff sekolah, teman-teman,
mata pelajaran baru, tata tertib dsb.
Dalam proses pendidikan sering dijumpai masalah diantaranya:
mencari teman belajar yang cocok, memilih kegiatan ekstrakulikuler yang sesuai
dengan bakat, mendapatkan pembaca yang cocok, mendapat pembimbing yang cocok,
dsb.
Pada akhir pendidikan masalah yang sering dihadapi
adalah memilih suatu studi lanjutan, memilih latihan-latihan kerja tertentu,
merencanakan latihan-latihan keterampilan atau jenis pekerjaan tertentu setelah
menyelesaikan pendidikan dsb.
3.
Masalah orientasi dan mobilitas
serta kebiasaan diri
Masalah yang dimaksud adalah masalah yang ada kaitannya dengan
kesulitan penguasaan ruang dan kemampuapn gerak serta kebiasaan-kebiasaan hidup
yang kurang menguntungkan. Misalnya kesulitan orientasi lingkungan yang baru,
sikap berjalan yang kurang seimbang dsb.
4.
Masalah gangguan emosi
Karena kemiskinan tanggapan yang sangat parah pada anak
tunanetra dengan mudah muncul gangguan-gangguan emosi diantaranya: mudah curiga
terhadap orang lain, mudah tersinggung, mudah marah dsb.
5.
Masalah penyesuaian diri
Banyak anggapan dengan hilangnya atau kemampuan penglihatan
individu maka hilanglah kemampuan seseorang sehingga hal ini dapat berpengaruh
terhadap kepribadian anak tunanetra yang dapat berakibat berubahnya konsep
dirinya, sehingga mereka merasa rendah diri terhadapa orang lain karena
keterbatasannya itu. Dengan demikian dapat berpengaruh terhadap kehidupan dan
dalam menyesuaikan diri kepada keadaan dan tuntutan sekolah, keluarga dan juga
dirinya sendiri.
6.
Masalah keterampilan dan pekerjaan
Mengingat keterbatasan yang dimiliki anak tunanetra, maka penting
sekali adanya identifikasi terhadap jenis-jenis keterampilan dan pekerjaan yang
ada di masyarakat, juga perlu diketahui kemampuan-kemampuan apa yang dimiliki
indvidu yang cocok dengan keterampilan dan pekerjaan yang ada di masyarakat
serta usaha-usaha pemilihan latihan-latihan untuk keterampilan dan pekerjaan
tertentu.
7.
Masalah ketergantungan diri
Masalah ini dapat saja muncul karena disamping
ketidakmampuapnnya mengatasi masalahnya sendiri dapat juga kurangnya
kepercayaan terhadap dirinya sendiri. Sehingga dapat muncul masalah-masalah
ketergantungan dirinya kepada orang lain dan selalu merasa tidak mampu
mengatasi kesulitan dirinya sehingga cenderung untuk mengharapkan bantuan
pertolongan kepada oranglain.
8.
Masalah penggunaan waktu senggang
Anak tunanetra yang selalu dirundung kesunyian dan kesepian,
bisa saja semua waktu luangnya dipakai untuk menghayal, menyendiri, tidur
belaka yang tak ada hasilnya. Karena itu waktu luang hendaknya dapat diisi
dengan kegiatan yang produktif apakah itu dengan mengarang, menganyam, latihan
music, dsb. Semuanya itu sudah barang tentu disesuaikan dengan bakat dan minat
mereka.
2.2.4
Karakteristik dan Permasalahan Anak
Tunarungu
1.
Karakteristik Fisik, Meliputi:
a.
Cara berjalannya kaku dan agak
membungkuk karena daya keseimbangannya terganggu.
b.
Gerakan kaki dan tangannya lincah
sebab sering digunakan untuk berkomunikasi dengan lingkungannya sebagai bahasa
lisannya.
c.
Gerakan matanya cepat dan beringas,
apabila orang ini tidak dijaga dengan baik dapat berakibat kemampuan melihatnya
menurun karena selalu digunakan sebagai pengganti alat pendengarannya.
d.
Kemampuan pernafasannya
pendek-pendek terganggu, sehingga tidak mampu bernafas dengan baik.
2.
Karakteristik Dari Segi Berbicara,
Meliputi:
a.
Biasanya individu yang tuli juga
mengalami ketidakmampuan berbahasa.
b.
Tunarungu yang diperoleh sejak lahir
dapat belajar bicara dengan suara normal.
c.
Anak tunarungu miskin dalam
kosakata.
d.
Dia mengalami kesulitan dalam
mengartikan ungkapan-ungkapan bahasa yang mengandung arti kiasan dan kata-kata
abstrak.
e.
Dia kurang menguasai irama dan gaya
bahasa.
f.
Dia mengalami kesulitan dalam
berbahasa verbal dan pasif dalam berbahasa.
3.
Karakteristik Kepribadiannya,
Meliputi:
a.
Anak tunarungu yang tidak
berkependidikan cenderung murung, penuh curiga, curang, kejam, tidak simpatik,
tidak percaya, cemburu, tidak wajar, egois, ingin membalas dendam dsb.
b.
Lingkungan yang menyenangkan dan
memanjakan dapat berpengaruh terhadap ketidakmampuan dalam penyesuaian mental
maupun emosi.
c.
Anak tunarungu menunjukkan kondisi
yang lebih neurotic, mengalami ketidakamanan dan berkepribadian tertutup
(introvert).
4.
Karakteristik Emosi dan Sosialnya,
Meliputi
a.
Suka menafsirkan secara negative.
b.
Kurang mampu dalam mengendalikan
emosinya dan emosinya sering bergejolak.
c.
Memiliki perasaan rendah diri dan
merasa diasingkan.
d.
Memiliki rasa cemburu dan sak
wasangka karena mereka tidak diperlakukan dengan adil dan sulit bergaul.
Setelah melihat kemajemukkan dan kekomplekkan karakteristik
yang dimiliki oleh anak tunarungu, ternyata dapat membuka tabir kepada semua
orang untuk lebih mudah mengenalnya. Namun di lain pihak juga dirasakan baik
oleh masyarakat sekitarnya, keluarga terutama dirinya sendiri adanya berbagai
masalah yang muncul akibat dari kondisi-kondisi yang dimilikinya, yang dalam
hal ini terutama bila dikaitkan dengan status anak sebagai siswa di sekolah. Masalah-masalah
tersebut dapat digolongkan sebagai berikut:
1.
Masalah komunikasi.
Masalah ini adalah masalah anak tunarungu yang paling
kompleks karena dengan terbatasnya kemampuan berkomunikasi ternyata berakibat
fatal dalam kehidupannya. Yang demikian dipertegas dengan posisi mereka bahwa
dengan kelainannya dapat terjadi menderita kemerosotan nilai dalam masyarakat
dan perasaan tidak aman. Misalnya masalah-masalah lain yang ditimbulkan karena
masalah komunikasi diantaranya: tingkah laku yang ditandai dengan adanya
tekanan emosi, suka marah, gelisah, kesulitan dalam penyesuaian social,
perkembangan bahasa lambat dsb.
2.
Masalah pribadi.
Masalah ini muncul karena adanya keterbatasan visual dan
dibarengi dengan keterbatasan auditif. Dan di samping itu bila dilihat dari
sumbernya dapat timbul dari dirinya sendiri, lingkungan keluarga, taraf
ketunaannya dan juga disebabkan kondisi masyarakat yang kurang menguntungka.
3.
Masalah pengajaran atau kesulitan
belajar.
Masalah ini berkaitan dengan kesulitan-kesulitan dalam
proses PBM. Misalnya kesulitan kata-kata abstrak, terutama kesulitan belajar
bidang studi bahasa, metode yang tepat digunakan dalam PBM dan sarana yang
sesuai untuk KBM.
4.
Masalah penggunaan waktu terulang.
Dengan beralasan pada kelainan yang dimiliki, anak tunarungu
sering menggunakan waktu luangnya dengan sia-sia. Yang menjadi masalah di sini
adalah kegiatan apa yang dapat dilakukan sehingga waktu luangnya dapat
bermanfaat. Kegiatan yang mungkin bisa dilakukan adalah kegiatan
ekstrakurikuler, kerja kelompok, kerja bakti dsb. Jika tidak diadakan tindakan
preventif dapat berakibat waktu luangnya diisi dengan kegiatan yang merugikan
seperti kenakalan remaja, mengganggu ketertiban, dsb.
5.
Masalah pembinaan keterampilan dan
pekerjaan.
Untuk mempersiapkan diri anak tunarungu di kehidupan masa
depannya maka diperlukan pembinaan keterampilan atau latihan kerja sehingga
bila mereka keluar dari pendidikan tidak mengalami kesulitan dalam mencari
pekerjaan sebagai salah satu usaha untuk menghadapi dirinya sendiri, sehingga
tidak terlalu menggantungkan dirinya kepada oranglain.
2.2.5 Karakteristik dan Permasalahan Anak Tunagrahita
Anak tunagrahita adalah anak yang mengalami keterbelakangan
kecerdasan dan kekurangmatangan aspek mental lainnya dan sosialnya sedemikian
rupa, yang terjadi selama masa perkembangan, sehingga untuk mencapai
perkembangan yang optimal diperlukan pelayanan dan pengajaran dengan program
khusus.
Untuk lebih jelasnya karakteristik anak tunagrahita dapat
dilihat sebagai berikut :
1.
Karakteristik mental, meliputi :
a.
Mereka menunjukan kecenderungan
menjawab dengan ulangan respon terhadap pertanyaan yang berbeda
b. Mereka tidak mampu memberikan kritik
c. Kemampuan assosiasinya terbatas
d.
Mereka tidak mampu menyimpan
instruksi yang sulit dalam jiwanya/ingatannya
e. Kapasitas inteleknya sangat rendah
f. Cenderung memiliki kemampuan
berpikir kongkrit daripada abstrak
g.
Mereka tidak mampu menditeksi kesalahan-kesalahan
dalam pernyataan
h. Mereka terbatas kemampuannya dalam
penalaran dan visualisasi dan
i. Mengalami kesulitan dalam
berkonsentrasi
2.
Karakteristik fisik, meliputi :
a.
Mereka mengalami
keterbelakangan ringan sebagian besar tidak mengalami kelainan fisik, sedangkan
yang tingkat sedang dan berat cenderungmemiliki kelainan fisik (koordinasi
motorik, penglihatan, pendengara, dsb)
b.
Mereka cenderung memiliki
penyimpangan fisik dari bentuk rata-rata, misalnya adanya ketidaksamaan/ketidakserasian
antara kepala dan wajah(muka),ukuran besar kepala ada yang besar dan atau
kecil, tatanan giginya,dsb
c.
Biasanya mereka mengalami hambatan
bicara dan berjalan
d.
Pemeliharaan diri kurang
3.
Karakter sosial-emosi, meliputi :
a.
Ada kecenderunagan tidak mampu
menyasuaikan diri karena mengalami kesulitan dalam tingkah lakunya
b.
Minat permainan mereka tidak cocok
dengan anak yang sama usia mentalnya daripada usia kronologisnya
c.
Sering tidak mampu memenuhi tuntutan
atau harapan kelompok atau masyarakat dan
d.
Memiliki problem emosi dan tingkah
laku dan agak lebih banyak yang nakal daripada anak yang normal intelegensinya
4.
Karakteristik akademis, meliputi :
a.
Kemampuan belajarnya sangat rendah
dan lambat
b.
Mereka yang termasuk tingkat ringan
masih dapat diberikan mata pelajaran akademik (membaca, menulis, berhitung dsb)
5.
Karakteristik pekerjaan, meliputi :
a.
Yang dapat dituntut untuk bekerja
hanya mereka yang tergolong tingkat ringan dan pada batas-batas tertentu bagi
tingkat menengah, dan
b.
Bagi yang tingkat ringan pada usia
dewasa dapat belajar pekerjaan yang sifat nya “skilled” dan “semiskilled”,
kendatipun menurut penelitian ternyata kira-kira 80% atau sebagian besar yang
dapat menyesuaikan diri dengan pekerjaan yang sifatnya “unskilled” atau
“semiskilled”
Masalah-masalah yang mereka miliki relatif berbeda, walaupun
demikian ada juga kesamaan masalah yang dirasakan bersama oleh sekelompok
mereka. Kemungkinan-kemungkinan masalh yang dihadapi anak terbelakang dalam
konteks pendidikan, diantaranya dapat disebutkan sebagai berikut :
1.
Masalah kesulitan dalam kehiupan
sehari-hari. Masalah ini berkaitan dengan kesehatan dan pemeliharaan diri dalam
kehidupan sehari-hari.
2.
Masalah kesulitan belajar. Dapat
disadari dengan keterbatasan kemampuan berfikir bagi mereka tidak bisa
dipungkiri lagi bahwa mereka pasti mengalami kesulitan belajar, sudah barang
tentu di bidang studi akademik (misalnya matematika, IPA, IPS, dan bahasa),
sedangkan untuk bidang studi non-akademik tidak banyak mengalami kesulitan
belajar.
3.
Masalah penyesuaian diri. Masalh ini
berkaitan dengan masalah-masalah utau kesulitan dalam hubungannya dengan
kelompok maupun individu disekitarnya disadari bahwa kemampuan menyesuaikan
diri dengan lingkungan sangat dipengaruhi oleh tngkat kecerdasan.
4.
Masalah penyaluran ke tempat kerja.
Secara empirik banyak dilihat di depan kita bahwa kehidupan anak terbelakang
cenderung banyak yang masih menggantungkan diri terhadap orang lain teruama
kepada keluarga (orang tua) dan masih sedikit sekali yang sudah dapat hidup
mandiri, bahkan dapat dibilang belum ada (krana sedikitnya).
5.
Masalah gangguan kepribadian dan
emosi. Memahami akan karakteristik mentalnya, nampak jelas adanya kemampuan
berpikir, keseimbangan kepribadiannya kurang konstan atau labil,kadang-kadang
stabil dan kadang pula kacau.
6.
Masalah pemanfaatan waktu terluang.
Adalah wajar bagi anak terbelakang dalam tingkah lakunya sering menampilkan
prilaku yang nakal
2.2.6
Karakteristik dan Permasalahan Anak
Tunadaksa
Yang dimaksud dengan anak tunadaksa adalah anak yang
mempunyai kelainan ortopedik atau salah satu bentuk atau berupa gangguan dari
fungsi normal pada tulang,otot, dan persendian yang mungkin karena bawaan sejak
lahir,penyakit atau kecelakaan, sehingga apabila mau bergerak atau berjalan
diperlukan alat bantu.
Berdasarkan berbagai sumber ditemukan beberapa karakteristik
umum bagi anak tunadaksa diantaranya sebagai berikut :
1.
Karakteristik kepribadian meliputi :
a.
Mereka yang cacat sejak lahir tidak
dapat memperoleh pengalaman, yang demikian ini dapat menimbulkan fristasi
b.
Tidak ada hubungan antara pribadi
yang tertutup dengan lamanya kelainan fisik yang di derita
c.
Adanya kelainan fisik tidak
mempengaruhi kepribadian atau ketidakmampuan individu dalam menyesuaikan diri
d.
Anak cerebal-palcy dan polio
cenderung memiliki rasa takut daripada yang mengalami sakit jantung
2.
Karakteristik emosi-sosial meliputi
:
a.
Kegiatan-kegiatan jasmani yang tidak
dapat di jangkau oleh anak tunadaksa dapat berakibat timbulnya problem emosi,
perasaan dan dapat menimbulkan frustasi yang berat
b.
Keadaan tersebut dapat berakibat
fatal, yaitu mereka menyingkirkan diri dari keramaian
c.
Anak tunadaksa cenderung acuh bila
dikumpulkan bersama anak-anak normal dalam suatu permainan
d.
Akibat kecacatannya juga mereka
dapat mengalami keterbatasan dalam berkomunikasi dengan lingkungannya
3.
Karakteristik intelegensi meliputi :
a.
Tidak ada hubungan antara tingkat
kecerdasan dengan kecacatan, tapi ada beberapa kecenderungan yakni adanya
penurunan sedemikian rupa kecerdasan individu bila kecacatan meningkat
b.
Dari hasil penelitian ternyata
ditemukan rata-rata mereka memiliki IQ 86,8 dan di suatu penelitian lagi
ditemukan rata-rata IQ 84,5 dan bahkan terakhir ditemukan IQ 92,6. Jadi dengan
kata lain IQ anak tunadaksa rata-rata normal.
4.
Karakteristik fisik meliputi :
a.
Biasanya disamping mengalami cacat
tubuh, ada kecenderungan mengalami gangguan-gangguan lain misalnya : sakit
gigi,berkurangnya daya pendengaran, penlihatan,gangguan bicara dsb.
b.
Kemampuan motoriknya terbatas dan
ini dapat dikembangkan pada batas-batas tertentu.
Penggolongan
masalah yang dihadapi oleh anak tunadaksa adalah sebagai berikut :
1.
Masalah kesulitan belajar. Hambatan
ini berkaitan dengan hambatan-hambatan yang dirasakan oleh mereka, karena dapat
terjadi kelainan pada otak, sehingga fungsi berpikirnya terganggu persepsi
bahkan lebih jauh lagi karena gangguan pada system syaraf.
2.
Masalah sosialisasi. Masalah
ini berhubungan dengan masalah penyesuaian diri dengan lingkungannya.
3.
Masalah kepribadian. Masalah ini menyangkut
masalah-masalah tingkah laku yang menyimpang, diantaranya berupa mudahnya
frustasi,menarik diri atau merasa terdesak oleh orang lain dsb.
4.
Masalah keterampilan dan pekerjaan.
Kendatipun disadari bahwa anak tunadaksa memiliki kemampuan fisik yang
terbatas, namun dilain pihak mereka yang mempunyai kecerdasan yang normal
ataupun yang kurang perlu adanya pembinaan diri sehingga hidupnya tidak
sepenuhnya menggantungkan diri pada orang lain.
5.
Masalah latihan gerak. Masalah ini
berkaitan erat dengan kondisi anak tunadaksa yang sebagian besar mengalami
gangguan dalam gerak.
2.2.7
Karakteristik dan Permasalahan Anak
Tunalaras
Seseorang dikatakan nakal atau tunalaras bila menunjukan
penyimpangan tingkah laku yang cukup berarti, sehingga mengganggu pertumbuhan
dan perkembangannya serta kehidupan orang lain.
Karakteristik yang dimiliki oleh anak tunadaksa adalah
sebagai berikut : ada kecenderungan membolos sekolah, suka memimpin
teman-temannya dalam kegiatan yang salah dan berbahaya, sering melanggar hukum
,peraturan-peraturan dan tata tertib, adanya kebiasaan berani kepada pemimpin,
biasanya ketinggalan dalam pelajaran, bertindak menurut kemauannya sendiri,
waktu luang sering diisi dengan kegiatan yang merusak, tidak memiliki control
diri (self-control), tidak mau kerjasama, sulit beradaptasi dengan
lingkungan, emosinya tidak stabil misalnya suka marah,agresif dsb.
Masalah-masalah yang dihadapi oleh anak tunalaras dapat
dikelompokan sebagai berikut:
1.
Masalah pengajaran dan pendidikan.
Masalah ini berkaitan dengan nilai-nilai hidup yang dimiliki oleh anak
tunalaras berikut dikaitkan dengan pengaruhnya terhadap kemalasan mengikuti
pendidikan, kenakalan di sekolah, acuhnya terhadap pelajaran dsb.
2.
Masalah keutuhan kepribadian.masalah
ini berhubungan dengan kekacauan-kekacauan kepribadian yang dimiliki oleh anak
tunalaras.
3.
Masalah penggunaan waktu
senggang.masalah ini sangat dirasakan oleh anak tunalaras karena sepanjang
waktu yang terluang belum mampu diisi dengan kegiatan yang berguna.
4.
Masalah gangguan emosi dan
penyesuaian diri.masalah gangguan emoso merupakan masalah yang mendasar bagi
anak tunalaras, bahkan lebih jauh lagi merupakan sumber dari masalah-masalah
lain.
5.
Masalah keterampilan dan pekerjaan.
Masalah ini erat sekali dengan latihan-latihan keterampilan tertentu yang
sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan pemilihan pekerjaan.
2.3
Bimbingan Bagi Anak Berkebutuhan
Khusus
2.3.1
Peranan Bimbingan Bagi Anak Berkekutuha khusus
Seperti telah kita sepakati bersama bahwa anak berkebutuhan
khusus adalah anak biasa yang menunjukan penyimpangan dalam bidang fisik,
mental dan sosial dari anak nomal, sehingga dalam pendidikannya mereka
memerlukan berbagai modifikasi dan layanan khusus agar dapat berkembang secara maksimal.
Pada kenyataannya mereka ini mengalami kelainan perkembangan dan pertumbuhan
pada salah satu aspek atua beberapa aspek ( fisik, mental, emosi, dan sosial )
apabila dibandingkan dengan anak normal. Dalam istilah kelainan perkembngan dan
pertumbuha termasuk didalamnya pengertian kekurangan, kelemahan, kecacatan dan
penyimpangan. Oleh karena itulah kepada mereka seyogyanya diberikan layanan
bimbingan khusus.
Kita semua sadar bahwa setiap siswa memiliki berbagai
keterbatasan tertentu. Seperti telah dinyatakan di atas keterbatasan ini sangat
nampak pada anak bekebutuhan khusus yaitu pada jenis kecacatan yang
disandangnya. Kaerena kecacatannya ini siswa berkabutuhan khsus seringkali
mempunyai perasaan takut akan kurang atau tidak diterima dalam pergaulan,
akhinya meeka menarik diri dai pergaulan dalam masyarakat. Akibatnya adalah
tidak berkembagnya potensi – potensi lain yang masih mereka miliki.
Pendidikan adalah suatu proses yang berlangsung sepanjang
hayat ( a life long education ) baik dilembaga normal maupun diluar
lembaga normal yaitu dalm masyarakat. Menarik diri dari pergaulan masyarakat
berarti manghilangkan satu kesempatan untuk tumbuh dan berkembang.
Proses pendidikan adalah peroses penyesuaian diri, proses
pemecahan problem – problem hidup. Dalam proses ini siswa ( baik yang normal
maupun yang berkebutuhan khusus ) berkesempetan untuk mengembangkan semua aspek
kepribadiannya dalam mencapai tujuan pendidikn secara utuh. Siswa baru akan
tumbuh maksimal bila mereka berkesempatan untuk berdialog dengan manusia
sekitarnya dan dengan sesamanya. Melalui dialog ini siswa akan dirangsang untuk
mampu berfikir, mampu merasakan, mampu berbuat hal yang positif walaupun
sebagian aspek kepribadiannya mengalami kecacatan.
Bimbingan ialah proses bantuan terhadap individu untuk
mencapai pemahaman di dan pengarahan diri yang dibutuhkan untuk melakukan
penyesuaian diri secara maksimal terhadap keluarga, sekolah serta masyarakat.
Peranan bimbingan bagi anak berkebutuhan khusus ialah agar mereka dapat
dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya sehinga mereka dapat
mempersiapkan dan melakukan tugasnya sebagai salah seorang warga masyarakat
sekolah dan masyarakat luas.
Untuk mencapai tujuan tersebut peranan pembimbing cukup
besar. Oleh karena itu pembimbing diharapkan berfungsi sebagai :
a.
Sumber informasi. Informasi pembimbing hendaknya
tidak hanya ditunjukan bagi siswa itu sendiri, akan tetapi juga selayaknya
ditunjukan kepada orang tua siswa dan masyarakat luas sehingga semua pihak
mempunyai pemahaman yang tetat dan harapan yang realistik terhadap semua siswa,
baik siswa yang normol apalagi anak yang cacat, dan juga bagi anak itu sendiri,
informasi yang benar dari pembimbing akan sangat membantu mereka dalam
menghadapi problem psihis. Banyak orang tua dan anak yang menjadi bingung,
menunjukan kecemasan dan kekhawatiran yang belebihan menghadapi musibah
kecacatan. Mereka bingung dalam merencanakan dan menentukan masa depan mereka.
Pembimbing diharapkan dapat memainkan perannya secara bijaksana.
b.
Fasilitator yaitu pemberi kemudahan
dalam mengatasi asalah yang dihadapi oleh siswa. Pembimbing bersama dengan
siswa harus dapat menunjukan dan menemukan cara memecahkan masalah, menujukan
dimana alat dan fasilatas diperlukan mungkin dperoleh, dan lembaga nmana yang
dapat dihubungi untuk diajak bekerjasama memecahkan berbagai macam pesoalan.
c.
Mediator yang dapat dan mau mengerti
sepenuhnya kehidupan siswa, dan problema-problema yang meeka hadapi. Pembmbing
diharapkan dapat menuntun para siswa dalam menemukan kebutuhan-kebutuhannya,
serta menari alternatif pemecahan dan jalan keluar.
d.
Sumber kasih sayang bagi siswa,
sehingga siswa akan tumbuh menjadi pribadi yang stabil, matang dan mantap.
Demikian besar peran pembimbing dalam rangka membanu siswa,
oleh karena itu sangat diharapkan agar pembimbing memberikan layanan kepada
siswa secara terencana, tearah dan terus menerus agar mampu mengantarkan mereka
untuk berdiri dengan kaki sendiri ditengah-tengah masyarakat.
2.3.2
Jenis Bimbingan
Memahami perilaku manusia seringkali tidak mudah, apalagi
memahami tingkahlaku anak berkebutuhan khusus. Tidak ada rumus yang pasti
seperti dalam ilmu eksakta tentang bagaimana kecenderungan perilaku yang muncul
kepada mereka mungkin dilatar belakangi serangkaian sebab dan suatu sebab dapat
muncul dan menampakan diri dalam bebagai gejala perilaku.
Para KB-II di atas, jelaslah sudah kepada kita berbaga
karakteristik umum anak berkebutuhan khusus dan karaktristik pemasalahan khusus
bagi anak cacat yang berlainan. Dari uraian diatas, secara umum, kita dapat
mengambil kesimpulan bahwa mereka memerlukan bimbingan, bahkan berbagai jenis
bimbingan. Bimbingan yang dimaksud adalah bimbingan pemeliharaan kesehatan
fisik, bimbingan belajar, bimbingan penyesuaian diri dan bimbingan jabatan atau
lebih khusus lagi bimbingan kerja.
1.
Bimbingan Fisik
Anak luar biasa yang mengalami kecacatan fisik ( tunanetra,
tunarungu, tunadaksa, cacat mantal dan tunalaras ) fisiknya harus dijaga agar
tetap sehat dan terawat dengan baik. Hal ini semakin dirasakan pentingnya bila
kita semua ingat satu prinsip yang mengatakan bahwa terdapat hubungan yang
sangat erat antara gangguan dalam segi pisik dengan yang bersifat psihis.
Dengan bantuan pembimbing, dokter, dan petugas kesehatan,
anak berkebutuhan khusus hendaknya diberi bimbingan sekitar;
a)
Bagaimana cara memelihara kesehatan
dirinya anatara lain dengan jalan selalau mandiri dan mempergunakan sabun
mandi, mencuci tangan sebelum makan, gsok gigi bila bangun tidur dan bila kan
pergi tidur. Pemeliharaan kesehatan nanak luar biasa hendaknya dilakukan
melalui contoh, pengawasan dan pembiasaan.
b)
Bagaimana cara memelihara kebersihan
pakaian dengan menggantinya setiap hari dan mempergunakan pakaian yang telah di
setrika.
c)
Bagaimana cara memelihaa lingkungan
disekitarnya seperti ditempat tidur dan di ruang belajar mereka.
d)
Bimbingan tentang cara memelihara
kesehatan badan dengan cara mengatur waktu untuk berbagai kegiatan,
beristirahat yang cukup, berolahraga dan berekreasi.
e)
Bimbingan bila anak merasa sakit
untuk segera memberitahu orang lain (ayah, ibu, saudara, guru , pembimbing,
kepala sekolah) dan segera berobat kedokter. Demikian juga memeriksa kesehatan
badan secara periodik akan membantu memelihara kesehatan jasmani
2.
Bimbingan Belajar
Belajar kita artikan sebagai suatu proses perusahaan pada
individu sebagai hasil pengalaman. Perubahan itu dapat terjadi dalam bidang
keterampilan, kebiasaan, sikap, pengertian, pengetahuan dan apresiasi.
Bimbingan belajar di berikan kepada anak berkebutuhan khusus
pada umumnya, khususnya kepada siswa yang pada suatu saat membutuhakan bantuan
untuk memecahkan masalah atau kesulitan yang berhubungan dengan kegiatan
belajar, baik itu disekolah, di asrama, di luar sekolah ataupun di luar asrama.
Kesulitan yang biasa dipecahakan melalu kegiatan bimbingan
belajar antara lain:
a)
Kesulitan dalam
menguasai efektivitas dan efisiensi belajar baik secara kelompok maupun secara
individual. Kesulitan dalam efektivitas belajar ini berbeda dengan anak yang
tunanetra misalnya, akan tetapi belajar yang efektif bagi siapapun pada
pinsipnya sama.
b)
Kesulitan dalam upaya
meningkatkan motif belajar. Tidak jarang anak yang enggan belajar, malas untuk
memeulai belajar dan bahkan seringkali tidak siap untuk belajar akibatnya anak
asal-asalan saja dengan hasil yang tidak memuaskan.
c)
Kesulitan dalam cara
memahami dan menggunakan buku pelajaran dan kemudahan lainnya ayang telah
tersedia dipusat sumber belajar disekolah
d)
Kesulitan dalam
menyelesaikan tugas-tugas sekolah, baik tugas yang harus dilakasanakan secara
individual maupun yang harus dikerjakan melalui kelompok terbatas.
e)
Kesulitan dalam
mempersiapkan diri menghadapi ulangan dan ujian.
f)
Kesulitan dalam memilih
pelajaran atau kegiatan vokasional yang cocok dengan minat, bakat, dan kondisi
nyata dari siswa.
g)
Kesulitan yang dtemui
siswa dalam bidang studi khusus seperti matematika, olah raga, menggambar dan
lainnya.
h)
Kesulitan dalam
mengembangkan cara-cara belajar yang baik.
i)
Kesulitan dalam membagi
waktu belajar diantara kegiatan lainnya, baik disekolah maupun di luar sekolah.
j)
Kesulitan dalam
menentukan pilihan kegiatan tambahan yang termasuk dalam kegiatan ko-kurikuler
dan kegiatan ekstra kulikuler.
Pembimbing berkewajiban membantu siswa dalam memecahkan
masalah pengajaran diatas dengan berbagai bentuk bimbingan. Usaha pembimbing
diarahkan kepada siswa untuk membantu siswa agar dapat menyesuaikan dii secara
memadai dalam situasi belajar. Pembimbing harus bisa membina motif belajar
intringsing siswa. Upaya yang dapat dilakukan misalnya dengan jalan mempekuat
motif positif yang sudah ada pada diri siswa, mempejelas tujuan belaja,
meumuskan tujuan-tujuan sementara yang segera dapat dicapai, membina situasi
persaingan yang sehat dan kalau perlu membeikan rangsangan bak dengan kata-kata
pujian atau sesekali dalam bentuk hadiah berupa benda.
Melalui usaha bimbingan dapat diharapkan semua siswa
dapat belajar secara efektif dan efisien, sesuai dengan kemampuan dan
keterbatasan yang dimilikinya dengan mempegunakan fasilitas yang ada dalam
lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
Pemberian informasi sebagai salah satu teknik dalam
bimbingan belajar akan sangat membantu siswa. Informasi tentang cara belajar
yang efektif, bagaimana cara melakukan diskusi yang baik, cara-cara
mengembangkan kebiasaan belajar yang baik dan cara menghilangkan kebiasaan
belajar yang buruk.
3.
Bimbingan Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri merupakan salah satu tugas perkembangan
siswa. Siswa dituntut untuk dapat menyesuaikan dirinya,baik dengan dirinya
sendiri, dengan keluarga, dengan lingkungan sekolah, dengan teman sebaya dan dengan
masyarakat luas.
Penyesuaian dengan diri sendiri berarti bahwa anak
berkebutuhan khusus mampu betindak dan bercita-cita sesuai dengan keadaan,
ketertiban dan kemampuan dirinya, seta dapat membina kehidupan pribadi yang
sehat baik: jasmani, maupun rohani.
Penyesuaian dengan keluarga berarti bahwa anak berkebutuha
khusus ini, dengan kecacatan yang disandangnya diharapkan akan mampu bergaul
secara harmonis dengan dengan orang tua dan dengan saudara-saudaranya atau
anggota keluarga lain. Anak ini diharapkan tidak mengasingkan diri, tidak
telampau tergantung kepada anggota keluarga yang lain, tidak selalu ingin
menjadi pusat perhatian orang lain, akan tetapi justru ia dapat memahami
kedudukan dan tanggung jawab sebagai salah satu anggota keluarga.
Penyesuain diri dengan sekolah berarti bahwa anak
berkebutuhan khusus harus mampu menyesuaikan diri dengan tata tertib sekolah,
bersikap hormat terhadap guru dan personl lainnya, serta mampu mengerjakan
tugas dan bergaul secara harmonis dengan teman-temannya.
Penyesuaian dengan masyarakat berarti bahwa anak
berkebutuhan khusus harus mampu berada dalam masyarakat luas sebagai anggota
biasa yang wajar, berprilaku sesuai dengan norma-norma yang dianut masyarakat,
agama dan adat istiadat.
Kita menemukan banyak masalah penyesuaian diri ini pada
anak-anak berkebutuhan khusus dibanding dengan yang ditemukan pada anak-anak
normal. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Kadang-kadang masyarakat
bersikap acuh tak acuh terhadap anak berkebutuhan khusus, sering juga terjadi
sebaliknya. Masyarakat terlampau memprihatinkan anak-anak khusus dan
menenpatkan menempatkan mereka sebagai anak yang harus dikasihani., karena
mereka menganggap bahwa anak berkebutuhan khusus tidak mungkin dan tidak akan
pernah dapat berdiri sendiri tanpa pertolongan orang lain. Dapat pula tejadi
karena anak yang berkebutuhan itu sendiri measa ”giris” (kurang memiliki
keberanian) merasa rendah diri dan merasa takut tidak bisa diterima oleh
lingkungan.
Kepada anak berkebutuhan khusus semacam ini perlu diberikan
bimbingan baik dilakukan secara individu maupun dengan cara kelompok.
Menumbuhkan kepercayaan kapada diri sendiri, membimbing dalam bidang
vokasional, penyuluhan pribadi, diajak berperan serta dalam kegiatan kelompok
dan dibasakan bergaul dengan masyarakat luas akan membawa mereka pada kemampuan
dan kesanggupan untuk sanggup berdiri sendiri secara wajar ditengah-tengah
masyarakat umum.
4.
Bimbingan Vokasional
Bimbingan Vokasional atau lebih khusus lagi bimbingan kerja
untuk anak berkebutuhan khusus mempunyai peranan yang sangat penting. Bimbingan
Vokasional/kerja terutama ditunjukan untuk:
a)
Membanu anak beekebutuhan khusus
dalam menialai kemampuan dasar yang dimilkinya, minatnya, sikap serta kecakapan
khusus yang mereka miliki.
b)
Mengarahkan anak berkebutuhan khusus
kepada kemungkinan-kemungkinan pekerjaan yang sesuai dengan keterbatasan yang
ditimbulkan karena kecacatan yang disandangnya.
c)
Memberikan bimbungan khusus bagi
anak luar biasa yang mendapat kesulitan dalam menentukan kariernya dimasa yang
akan datang.
d)
Memberikan bantuan dan petunjuk bagi
anak berkebutuhan khusus tentang kemungkinan-kemungkinan lapangan kerja yang
dapat dimasuki dan dimana merka dapat menyalurkan keingunan bila telah selesai
mengikuti latihan kerja tertentu.
Jelaslah, bahwa bimbingan vokasional bagi anak berkebutuhan
khusus terutama ditunjukan kepada penyiapanmereka dalam menentukan pilihan
bijaksana tentang pekerjaan atau karier setelah mereka dididik atau dilatih
dalam lembaga pendididkan khusus bekerja. Miasalny.: dengan latihan kerja di
asrama, magang di kantor atau latihan secara khusus dibalai latihan kerja.
2.3.3
Jenis Bimbingan bagi Setiap Anak
Berkebutuhan Khusus
Pertanyaan yang mungkin tmbuk
adalah, apakah untuk anak berkebutuhn khusus yang berbeda perlu diberikan hanya
satu jenis bimbngan saja? Misalnya apakah bimbingan belaja khusus bagi anak
bekebutuhan khusus bagi anak berkebutuhan khusus cacat mental saja, bimbinga
vokasional diperuntukan bagi anak cacat tubuh, bimbingan penyesuaian diri hanya
diperuntukan bagi anak buta?
Jawaban dapat diartikan secara tepat dan
tegas: “tidak”. Semua anak berkebutuha khusus membutuhkan semua
jenis bimbingan tersebut. Setiap anak yang mengalami kecacatan yang berbeda ,
apalagi bila kecacatannya ada dua atau tiga macam memerlukansemua jenis
bimnbingan. Mereka- semua anak cacat –memerlukan bimbingan pemeliharaan dan
perawatan fisik sehingga mereka akan tetap sehat dan segar, tetap sehat jasmani
dan rohaninya.
Karena kecacatannya, sedikit banyak
mereka akan mengalami kesulitan belajar dengan tipe kesulitan yang berbeda.
Hambatan dalam belajar karena tidak bisa belajar secara visual, hambatan karena
tidak dapat belajar secara auditif, hambatan karena tidak dapat belajar karena
kemampuan mental yang rendah, hambatan belajar karena tidak bisa memanfaatkan
sebagian anggota tubuh dengan baik, semua itu menyebabkan pelunya bimbingan
baik secara berkesinambungan atau secara sistemik. Tipe kesulitan belajar yang
berbeda menurut layanan bimbingan belajar yang bervariasi. Pelayanan bimbingan
belajar secara kelompok audio tutorial, pengajaran berprogram, bimbingan khusus
dan pengajaran remedial akan sanagat menolong semua jenis anak berkebutuhan
khusus.
Karena kecacatan yang dideritanya,
hampir semua anak berkebutuhan khusus cenderung menarik diri dari pergaulan dan
senang hidup mengisolasikan diri. Hal ini akan lebih parah lagi jika sikap
lingkungan (keluarga, sekolah dan masyarakat) tidak mendukung kearah penerimaan
anak berkebutuhan khusus secara wajar. Wajar pulalah kalau semua anak
bekebutuhan khusus yang karena kecacatannya merasa rendah diri dan mengalami
berbagai kesulitan dalam menyesuaiakan diri. Oleh kerena itu mutlak perlunya
bimbingan berbagai kesulitan diri bagi semua jenis anak berkebutuhan khusus
dengan segala variasinya.
Kita akan sependapat bahwa setiap
jenis kecacatan merupakan hambatan bagi pembina anak berkebutuhan khusus di
masa yang akan datang. Mereka akan menghadapi berbagai kesulitan dalam
melakukan berbagai aktivitas dan berlatih keterampilan. Belum lagi masyarakat,
pabrik-pabrik dan perusahaan-perusahaan lainnya merasa enggan untuk menerima
para cacat sebagai pekerja. Kalau keadaan ini dibiarkan, maka anak bekebutuhan
khusus akan selalu menjadi beban bagi masyarakat dan mereka akan hidup dari
belas kasihan masyarakat selama-lamanya.
Selama anak berkebutuhan khusus
berada dalam pendidikan hendaknya sudah mulai diarahkan, bimbingan untuk
mnguasai berbagai keterampilan yang sesuai dengan kondisi kecacatannya,
kemampuan mentalnya, bakat dan minatnya. Keterampilan ini akan menjadi bekal
hidupnya kelak dalam masyarakat sehingga tidak seluruh hidupnya tergantung pada
orang lain, bahkan seharusnya merekapun akan dapat hidup secara wajar seperti
anggota masyarakat lainnya. Anak berkebutuhan khusus ini sebatas kemampuannya
hendaknya sedini dipersiapkan untuk menjadi wiraswastawan, yanng akan bisa
menolong dirinya dan kehidupannya.
Hal lain yang tidak kalah
pentingnya adalah menanamkan pengertian kepada lembaga-lembaga pemerintah dan
swasta untuk dengan uluran tangan kemanusiaannnya bersedia dan terbuka untuk
menampung anak berkebutuhan khusus yang telah menamatkan jenjang pendidikan
keterampilan tertentu. Dengan memberi kesempatan bekerja, kita bukan saja
menolong kehidupan mereka, akan tetapi lebih dari itu, dapat menumbuhkan sikap
percaya pada diri sendiri bahwa anak berkebutuhan khusus pun bisa dan sanggup
untuk berperan serta dalam membangun negaranya sebagai warga negara yang
mempunyai hak dan kedudukan yang sama dengan warga negara lainnya. Oleh karena
itu bimbingan jabatan, bimbingan pekerjaan harus diberikan kepada semua anak
berkebutuhan khusus.
BAB III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Bimbingan adalah suatu proses,
sebagai suatu proses, bimbingan merupakan kegiatan yang berkelanjutan,
bimbingan adalah bantuan. Makna bantuan dalam bimbingan adalah mengembangkan
lingkungan yang kondusif bagi perkembangan siswa dan bantuan itu diberikan
kepada individu yang sedang berkembang, tujuan bimbingan adalah perkembangan
yang optimal.
Ada empat pendekatan dalam bimbingan, yaitu:
- Krisis
- Individual
- Preventif
- perkembangan
Pada dasarnya semua anak berkebutuhan khusus memiliki
karakteristik dan permasalahan yang realtif sama, yaitu mengalami hambatan
perkembangan intelektualnya, kesulitan dalam sosialisasi, emosinya tidak
stabil, dan hambatan dalam berkomunikasi dengan lingkungannya.
Bimbingan terhadap anak berkebutuhan khusus hendaknya dilaksanakan secara terus
menerus dan sistemik agar mereka kelak akan sanggup berdiri sendiri menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakatnya.
Jenis layanan bimbingan yang hendaknya diberikan meliputi bimbingan
perkembangan fisik, bimbingan dalam mengatasi kesulitan belajar, bimbingan
dalam mengatasi kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan, dan
bimbingan vokasional atau bimbingan pekerjaan.
Semua anak berkebutuhan khusus yang mengalami berbagai kecacatan perlu mendapat
semua jenis bimbingan tersebut, sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
Bimbingan di sekolah luar biasa hendaknya juga mempersiapkan mereka agar mereka
betul-betul menikmati keberadaannya sebagai anak berkebutuhan khusus.
DAFTAR PUSTAKA
Nuruddin,
Muhammad. 2010. Hakikat Bimbingan di SD. http://muhammadnuruddin071644036.blogspot.com/2010/10/hakikat-bimbingan-di-sd.html
Rakhmat, Cece., dkk. 2006. Psikologi Pendidikan.
Bandung: UPI PRESS.
Setiawan,
Atang.,dkk. 2006. Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung:
UPI PRESS.
Setiawati&Ima Ni’mah. 2006. Bimbingan dan Konseling.
Bandung: UPI PRESS.
Sudrajat,
Akhmad. 2008. Paradigma Baru Bimbingan dan Konseling. http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/03/12/paradigma-baru-bimbingan-dan-konseling/
Yusuf, Syamsu. dan Juntika Nurihsan.
2005. Landasan bimbingan dan konseling.
Rosda:Bandung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar