Senin, 25 Maret 2013

CERPEN KONSELING



“AKHIRNYA.......KUTEMUKAN KUNCI YANG HILANG”
Oleh : Nurul Fazrin BPI V-B
Di rumah yang cukup sederhana terletak di sebuah desa kecil nan elok tepatnya sebelah utara pusat kota Sumedang, pada siang hari yang cukup panas terik itu, terjadi sebuah percakapan yang cukup serius antara seorang ibu dengan anak laki-lakinya yang baru saja lulus menempuh pendidikan SMA di salah satu SMA negeri di kota tersebut. Perempuan paruh baya yang usianya  sekitar 49 tahun tersebut terlihat sedang sibuk mengisi format-formt data bayi yang masuk kedalam kategori kurang gizi (KGR), karena kebetulan sang ibu masih aktif sebagai kader PKK dan Posyandu di desa tersebut.
Dalam perbincangan yang cukup lama tersebut, si anak sangat serius mengemukakakn keinginan besarnya untuk meneruskan pendidikannya ke perguruan tinggi, dengan wajah yang terlihat sangat antusias dan sesekali diiringi dengan ucapan “memelas” kepada ibunya, si anak terus berbicara tanpa henti disertai harapan yang sangat besar agar ibunya bersedia membiayainya untuk bisa meneruskan pendidikan ke perguruan tinggi. “Bu, Ibu mengertikan pentingnya arti pendidikan?, apalagi Kakak kan anak laki-laki ibu satu-satunya, zaman sekarang ijazah SMA itu mana laku bu, paling-paling cuma bisa dipakai melamar ke pabrik-pabrik kecil bu. Ibu pengen kan punya anak yang sukses, bisa jadi direktur, pengusaha atau paling tidak bisa jadi pegawai negeri, Kakak kan sayang banget sama ibu, Kakak pengen banget buat ibu bangga”, anak lak-laki yang bernama Fazrin tersebut terus memohon dengan wajah “memelas” kepada sang ibu yang sudah berusia paruh baya tersebut.
Si ibu yang dari tadi sibuk mengisi format hanya tersenyum sapu, terlihat matanya mulai berkaca-kaca sambil menatap tajam kepada anak laki-laki yang dicintainya tersebut, lalu sang ibu menjawab dengan suara penuh kelembutan dan hati-hati karena takut menyinggung sekaligus mematahkan semangat anaknya yang terlihat sangat berambisi untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi tersebut,“ Fazrin sayang, Ibu sangat memahami dan mengerti keinginan Kakak. Ibu mana yang tak ingin melihat anaknya sukses, ibu mana yang tak ingin melihat anaknya jadi sarjana, ibu sangat ingin membahagiakan kalian, melihat semua anak-anak ibu jadi sarjana dan hidup sukses  adalah impian terbesar dalam hidup ibu. Apalagi Kakak anak laki-laki ibu satu-satunya dan sangat ibu cintai, tapi Kakak juga bisa lihat kan kondisi ekonomi keluarga kita sekarang seperti apa? Semenjak Abah kalian pergi meninggalkan Ibu, Kakak dan keluarga ini empat tahun yang lalu, ibu hanya mengandalkan upah yang tak seberapa dari PKK itupun hanya dua bulan sekali, semua itu dipakai untuk biaya hidup kita sehari-hari. Teteh juga kan baru satu bulan masuk kerja di pabrik sepatu, jadi belum bisa memberi ibu dan kalian uang untuk biaya sehari-hari, ditambah si bungsu kan baru saja masuk SMP. Jadi Kakak yang sabar aja ya sayang, Insya Allah tahun depan mudah-mudah kondisi perekonomian keluarga kita akan kembali stabil, Teteh kalian bisa lancar kerjanya, bisa ngirim kita uang. Ibu janji akan menyekolahkan kamu nak ke perguruan tinggi, tapi bukan tahun ini ya, kakak mengerti kan apa yang ibu ucapkan?, bukan maksud ibu untuk mematahkan semangatmu nak, maafkan ibu ya nak”. Sambil meneteskan air mata sang ibu memeluk anak laki-laki tersebut. “Iya bu, kakak mengerti”, anak tersebut membalas pelukan ibunya tersebut disertai dengan mata berkaca-kaca.
Setelah dialog serius di siang hari kemarin dengan ibunya, hari-hari terasa berat untuk dilalui oleh pemuda tersebut. Hatinya terasa miris dan sakit ketika melihat kawan-kawan lamanya memakai jas almamater universitas. Hidupnya seakan tak punya arah akan tetapi ia mempunyai keyakinan bahwa Allah pasti akan membantunya, ia tetap bertawakal walau ada kalanya ia terlarut dalam kesedihan. Perputaran waktu sepertinya tak ada yang berubah setelah empat bulan lulus dari SMA, sekarang pemuda tersebut banyak mengurung diri di kamar.  Pagi hari selepas shalat subuh berjama’ah, seperti biasa ia menimba air untuk adiknya mandi, beres-beres rumah, menyapu halaman, mencuci baju dan membantu semua ekerjaan ibunya. Tak ada yang berbeda dari akitivas keseharian pemuda tersebut, hari demi hari dilaluinya seperti itu disertai dengan penuh kesedihan.
Bayang-bayang, harapan dan Impian besar untuk meneruskan pen-didikannya ke perguruan tinggi seakan-akan mulai pudar. Bulan kelima pasca kelulusannya dari SMA tak ada yang berubah dari sikap dan aktivitasnya yang penuh dengan kesedihan dan keputusasaan. Hingga akhirnya ia mulai tersentuh setelah membaca sebuah artikel singkat dari sebuah surat kabar lokal yang berisi tentang pengalaman seseorang yang mempunyai nasib seperti yang dialaminya saat ini. Orang tersebut mengaku mulai terbuka fikiran dan hatinya setelah datang dan berkonsultasi dengan salah seorang konselor di PIKR (Pusat Informasi Konseling Remaja) yang merupakan salah satu program binaan BKKBN Kabupaten Sumedang. Setelah membaca artikel tersebut, harapannya untuk bisa keluar dari kesedihan yang berkepanjangan akhirnya mulai terbuka. Ia sangat berniat untuk datang berkonsultasi kepada konselor  tersebut, berharap banyak agar masalahna dapat terselesaikan seperti kisah orang yang ada dalam artikel tersebut.
Keesok harinya, seperti biasa pemuda tersebut bangun pagi dan melakukan aktivitas hariannya. Namun ada yang berbeda dengan hari tersebut, setelah selesai mengerjakan pekerjaan rumah, ia lekas mandi dan berpakaian rapi. Tak lama lalu berpamitan kepada sang ibu untuk pergi ke kantor BKKBN yang jaraknya lumayan jauh sekitar ± 10 KM dari rumah tempat tinggalnya, tanpa mengutarakan niatnya untuk berkonsultasi kepada koselor. Setelah satu jam menempuh perjalanan dengan menggunakan angkot, terlihat bangunan berwarna biru yang merupakan Kantor pusat BKKBN Kabupaten Sumedang, “ Bang, berhenti di depan kantor BKKBN ya, yang bangunan biru itu kan bang kantornya?”,tanya pemuda tersebut. “Oo..iya A, mau berhenti disana ya?”, supir angkot tersebut balik bertanya kepada sang pemuda. “Iya Bang, ada keperluan....Kiri bang, kiriii....”. “Oo..iya A, maaf ya ga pas depan gerbang, hee”. “sip bang, makasih ya”..sambil tersenyum pemuda tersebut menyodorkan Uang sepuluh ribuan kepada abang supir, “Aduh A, maaf ga ada kembaliannya, abang baru aja narik jadi belum punya uang kembalian”, jawab supir tersebut. “ Iya bang, udah ga apa-apa, ambil aja uang kembaliannya ya, buat tambah-tambah bensin”, sambil tesenyum ia lekas berjalan menuju gerbang kantor BKKN yang jaraknya sekitar 25 meter dari mulut jalan. “ Makasih ya A, aduh si aa ini baik banget, hee...........” dengan tersenyum supir tersebut menginjak angkot tuanya, dan meninggalkan pemuda tersebut. Langkah kakinya mulai berhenti ketika ia sampai di gerbang kantor lalu disapa oleh seorang satpam yang berperawakan sedikit gendut kekar, ” Mas, ada yang bisa saya bantu”, satpam tersebut tersenyum ramah, menyapa pemuda yang terlihat kebingungan tersebut, sekilas ia dapat menebak bahwa pemuda tersebut sedang dilanda kegalauan. “Eee..ee..iya pak, saya mau tanya kalau sekretariat PIKR di sebelah manaya pa?”. Dengan sedikit nada gugup pemuda tersebut menanyakan letak sekretariat PIKR. “ Oo..Mas, mau ke sekre PIKR to? Mas ini tinggal jalan lurus aja, ada kantin belok kiri, nah disana Mas bisa lihat pintu yang ada tulisan sekretariat PIKR ”, dengan logat jawanya yang masih kental satpam tersebut menunjukkan letak sekretariat PIKR. “ Oo iya pak, makasih banyak ya pak”. “ Sama-sama Mas, mudah-mudah Mas dapet solusinya ya”. Seperti sudah mengetahui maksud kedatangan pemuda itu satpam gendut tersebut tersenyum manis dan mempersilahkan pemuda tersebut untuk masuk.
Dengan langkah yang cukup santai pemuda itu sampai di depan pintu sekretariat PIKR, di meja resepsionis terlihat seorang petugas wanita cantik berjilbab yang kelihatan umurnya sekitar 25 tahun, tersenyum ramah dan mem-persilahkan pemuda tersebut untuk mengisi daftar tamu yang ada di meja.” Mas, silahkan isi dulu daftar kunjungannya, jika sudah selesai,  Mas bisa nunggu di kursi sebelah sana ya ”. petugas tersebut dengan ramahnya mempersilahkan pemuda itu untuk duduk menunggu giliran, terlihat dari ventilasi jendela ada seorang remaja putri sedang berkonsultasi sambil menangis di ruangan konseling”. Sesekali wajah remaja putri tersebut terlihat marah, sesekali pula rmaja putri tersebut menangis. Dalam hati pemuda tersebut bertanya-tanya, “ Mungkin wanita yang kelihatannya masih kelas 1 SMA tersebut memiliki masalah yang lebih besar dari ku”. Terlihat wajah pemuda tersebut panik dengan seabreg harapan sang konselor dapat menuntunnya menemukan solusi dari segala permasalahan yang tengah ia hadapi. Ia lihat jam yang menempel di pojong kiri ruangan menunjukkan pukul sebelas siang, rupanya sudah hampir setengah jam pemuda tersebut menunggu di kursi tunggu, “krek..krek” terdengar pintu mulai dibuka, terlihat remaja tadi keluar dari ruangan tersebut dengan wajah yang berseri bahagia. Sambil terheran pemuda tersebut menatap wajah yang baru saja keluar dari ruangan konselor, dari rona wajahnya ia terlihat sangat lega dan plong, mungkin ia sudah merasa unek-unek dalam hatinya tersalurkan atau juga ia merasa lega karena sudah menemukan solusi atau per-masalahan-permasalahannya,“ Silahkan Mas bisa langsung masuk” petugas tersebut dengan tersenyum mempersilahkan pemuda tersebut untuk masuk. “ Tok...tok..tok, Assalamu’alaikum warahmatullah, boleh saya masuk Pak”. Dengan sedikit gugup pemuda tersebut mengetuk pintu ruangan konseling yang sedikit terbuka
Terdengar suara lembut dari dalam “wa’alikumussalam…silahkan masuk”[1], koselor dengan wajah berseri dan tersenyum dan mempersilah duduk.

Pemuda tersebut pun duduk dengan wajah masih murung dan sedikit gugup. lalu sang konselor yang usianya kelihatan ± 25 tahun, dengan penampilan rambut khas Andhika Pratama dan dasi merah muda dipadu dengan kemeja abu menambah kesan rapi dan wibawa dari sang konselor tersebut. “ Apa kabar de ? nama saya Budi Sasono, boleh tahu nama ade siapa?”[1], sang konselor tersenyum sambil menyodorkan tangannya untuk bersalaman dengan pemuda tersebut. Nama saya Fazrin pa , dengan sedikit wajah gugup dan murung pemuda tersebut menjawab.” Oo...Fazrin ya, nama yang bagus, dan pasti punya makna filosofis ya?”, konselor mulai melakukan pendekatan terhadap sang pemuda tersebut. ” Iya Pak, tapi saya hanya megetahui sedikit saja mengenai makna nama Nurul Fazrin, mungkin orangtua saya memberi nama tersebut karena mereka ingin punya anak yang bermanfaat dan bisa menerangi atau membimbing masyarakat ke arah kebaikan pak” pemuda tersebut mulai terlihat tersenyum “ iya saya yakin fazrin ini akan bisa menerangi dan membimbing masyarakat kearah kebaikan, karena saya dapat melihat dari keteguhan yang tergambar dari wajah Fazrin, jangan ragu terhadap potensi dalam diri fazrin ya”[2], pemuda tersebut hanya menganggukan kepalanya, “ Ada yang bisa Fazrin ceritakan kepada saya, tentang problematika yang sedang fazin alami saat ini, tapi mungkin sebelumnya  kita lakukan dulu kesepakatan ya, berapa menit kita akan melakukan konseling ini”[3]. “Oo..iya pa terima kasih sebelumnya”, “ Sampai jarum panjang jam ke angka 6 ya? ”, pada waktu itu jam menunjukkan pukul 1.30 WIB. ” Iya Pak” disertai anggukan kepala pemuda tersebut menjawab. “ Silahkan, sekarang Fazrin bisa ceritakan apa yang membuat hati Fazrin tidak nyaman sehingga mendorong Fazrin untuk datang kesini ? [4]. ” Iya pak terima kasih sebelumnya, sebenarnya perasaan tak nyaman, sedih dan rasa kecewa ini sudah saya rasakan sejak 6 bulan yang lalu selepas Lulus SMA, ketika saya mempunyai keinginan besar untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, saya sangat ingin membanggakan ibu saya pak,”. “Ehmm....saya dapat merasakan dan memahami bagaimana perasaan Fazrin [5] ...”Oh..iya, Lalu...” [6]
 “ Iya pak, saya sangat ingin meneruskan sekolah ke perguruan tinggi seperti kebanyakan teman-teman SMA saya” terlihat mata pemuda tersebut mulai berkaca-kaca. “ Nampaknya anda mem-punyai semangat yang sangat besar untuk meneruskan pendidikan[7],  lalu apa yang menjadi kendala Fazrin ???. “ Saya bingung Pak, Ibu saya tidak sanggup untuk membiayai pendidikan saya sampai ke perguruaan tinggi, semenjak ditinggalkan oleh Bapak, kami hanya mengandalkan intensif ibu ibu hanya seorang kader PKK yang gajinya cuma tiga ratus ribu, itupun dua bulan sekali Pak, sedangkan Kakak perempuan saya baru saja bekerja di perusahaan sepatu di Bandung, adik saya juga baru saja masuk SMP Pak, saya sadar akan realita kehidupan yang terjadi, tapi keinginan saya untuk kuliah sangat besar Pak “. “ehmmm.....”[8], sang konselor terlihat sangat fokus mendengarkan curahan hati pemuda tersebut, sesekali menganggukan kepalanya. “ Lalu...bisa Fazrin jelaskan apa yang mebuat Fazrin begitu sangat berambisi untuk kuliah”[9]. “ Keinginan didasari karena saya sangat ingin sukes dan membahagiakan ibu, saya ingin beliau bangga, saya juga ingin mengangkat martabat keluarga di depan orang lain.., saya sadari lulusan SMA tidak punya banyak keahlian jika langsung turun ke lapangan kerja, paling-paling Cuma kerja jadi karyawan pabrik atau toko Pak, ” Ehmm...saya mengerti maksud Fazrin, Fazrin sangat berambisi untuk kuliah karena ingin membahagiakan  ibu dan keluarga Fazrin kan?, Tapi Fazrin merasa lulusan SMA tidak mempunyai kemampuan  ataupun keahlian untuk langsung bekerja?”[10]. “ Iya Pak seperti itu, bapak juga tahu kan bahwa pada dasarnya di SMA tidak dibekali dengan keahlian bekerja secara mendalam, apalagi saya merasa tidak punya keahlian untuk langsung bekerja di bidang apapun, tapi saya merasa sangat bingung dan sedih karena saya pun tidak meneruskan kuliah karena faktor ekonomi”. Pemuda tersebut terlihat semakin terbuka kepada sang konselor. “Saya Juga lulusan SMA, memang yang saya rasakan di SMA tidak debekali tentang keahlian bekerja secara khusus seperti halnya di SMA[11], tapi saya yakin lulusan SMA punya banyak potensi yang belum tergali dalam dirinya sama seperti Fazrin. Dalam diri Fazrin pasti punya potensi besar , yang saat ini Fazrin hanya perlu kunci untuk membuka potensi besar dalam diri Fazrin tersebut”. “Tapi saya tidak mengetahui bagaimana cara menemukan kunci tersebut Pak, Bapak tahu sendiri kan ketika saya harus langsung turun ke lapangan kerja, saya terhalang oleh kendala keahlian. Sedangkan untuk melanjutkan kuliah terhalang oleh faktor ekonomi, lalu apa yang dapat saya lakukan sekarang pak???”, “ Jika sekarang yang menjadi faktor kendala atau hambatan Fazrin untuk membahagiakan ibu dan keluarga adalah masalah keahlian dan ekonomi, kenapa Fazrin tidak mencoba untuk mengikuti pelatihan-pelatihan ke-ahlian kerja yang di buat oleh pemerintah, misalnya BLK atau singkatan dari Bina Lapangan Kerja ”[12], “ Oh...memang seperti apa program pelatihan tersebut Pak..?”. “ Pelatihan tersebut dibuat untuk lulusan SMA yang memang belum siap untuk terjun langsung ke dunia pekerjaan. Para lulusan SMA tersebut akan dibekali berbagai macam keahlian, tidak hanya menjadikan mereka siap untuk turun bekerja akan tetapi juga siap menjadikan mereka  menciptakan lapangan pekerjaan”...” Tapi apa prospek ke depannya bagus pak?”, “ Prospeknya tentu lebih baik dibanding dengan membiarkan diri Fazrin tderlarut-larut dalam kesedihan. Prospek kedepannya itu ada di tangan Fazrin sendiri, bagaimana apakah Fazrin punya ide lain selain apa yang telah saya sampaikan barusan?[13]...”Ehmmm...saya tidak mempunyai ide apapun Pak, tak pernah terpikir sedikitpun sebelumnya untuk mengikuti program tersebut, mungkin karena kurangnya informasi atau juga mungkin saya terlalu terlarut dalam kesedihan sehingga pikiran saya menjadi buntu, yang saya pikirkan hanya kuliah..kuliah.. kuliah..dan merenungi nasib masa depan saya seperti apa. Bisakah bapak menasihati saya, apa yang harus saya lakukan kedepannya.....!!”, “Iya Fazrin, saya dapat merasakan bagaimana penatnya pikiran Fazrin saat itu[14], sekarang untuk lebih meyakinkan Fazrin, saya menganjurkan kepada Fazrin untuk mencari  informasi lebih lanjut mengenai program BLK tersebut ke Depnaker Kabupaten Sumedang, nanti Fazrin akan mengetahui dari mulai pendaftaran, pelaksanaan bahkan sampai prospek kedepannya seperti apa. Ini adalah program gratis yang dibuat oleh pemerintah, jadi Fazrin jangan khawatir dengan masalah biaya ya, mungkin ini bisa menjadi langkah awal Fazrin untuk membahagiakan ibu...setelah Fazrin mengikuti pelatihan BLK ini setidaknya Fazrin akan mempunyai bekal untuk terjun ke lapangan pekerjaan, Fazrin hanya perlu bersabar, setelah nanti bekerja Fazrin bisa meneruskan kuliah, yang waktunya bisa disesuaikan dengan waktu Fazrin bekerja...ingat ini bukan tujuan, tapi semua ini adalah langkah awal Fazrin menuju kesuksesan dimasa depan, bukankah untuk meraih kesuksesan perlu proses yang begitu panjang disertai pengorbanan yang besar”[15], “Eee...iya Pak, saya optimis sepertinya itu adalah langkah awal saya untuk meraih kesuksesan”, dengan wajah yang masih sedih pemuda tersebut menjawab, “Optimis kok wajahnya masih kelihatan sedih, saya tidak melihat adanya keoptimisan jika wajah Fazrin masih murung seperti itu[16], ingat bahwa diri kita adalah apa yang kita pikirkan, tetep positif thinking dan yakinlah bahwa Allah akan memberikan rencana yang indah untuk Fazrin. Asalkan Fazrin mau berusaha dan selalu berkhusnudzon kepada rencana Allah SWT[17] ”,konselor membalas kesedihannya dengan penuh senyuman..”Iya Pak, saya sadari memang salah jika saya terus terlarut dalam kesedihan, dan mungkin ini adalah saatnya saya harus bangkit, optimis mengenai rencana yang telah Allah persiapkan untuk saya”. Terlihat pemuda tersebut mulai tersenyum dan menunjukan wajah yang optimis.”I like this, saya senang dengan sikap Fazrin seperti ini, tidak salah orangtua Fazrin memberi nama Nurul Fazrin...karena saya yakin fazrin adalah orang yang akan mampu menerangi diri sendiri dan orang lain”. “Terima kasih ya Pak atas solusinya, sekarang rasa sedih itu sedikit-sedikit sudah mulai hilang” terlihat wajahnya yang murung berubah menjadi tersenyum lepas penuh harapan...” iya sama-sama Fazrin, sebenarnya solusi ada dalam diri Fazrin sendiri, saya hanya memfasilitasi Fazrin untuk menemukan kunci kesuksesan yang ada dalam diri Fazrin,,jika sekarang kuncinya sudah Fazrin temukan, segera buka ya agar tidak tertutup kembali. Lihatlah dibalik pintu tersebut ada harta yang begitu berharga, yaitu potensi besar yang Fazrin miliki untuk meraih semua kesuksesan hidup”[18].”Terima kasih ya Pak penjelasannya begitu menyentuh, saya tak salah datang kesini untuk mencari solusi”...”Iya Fazrin sama-sama, silahkan Fazrin bisa datang kesini lagi kapan saja, kita sharing lagi ya...Oo..iya sesuai kesepakatan waktu di awal konseling, jarum panjang sudah hampir menunjuk ke angka 6, mungkin di lain kesempatan kita bisa sharing kembali ya Fazrin”[19]. “Senang sekali Pak. rasanya penat dan sedih ini sudah mulai hilang, kalo begitu saya pamit Pak, terima kasih ya Pak...Assalamu’alaikum” sambil menjabat tangan sang konselor, pemuda tersebut berpamitan. ”Wa’alaikumsalam warahmatullah..hati-hati dijalan ya”. Akhirnya dengan langkah yang pasti pemuda tersebut mulai melangkahkan kaki keluar, sesekali menatap langit dengan penuh rasa optimis berharap hari esok lebih baik dari hari ini.
Sekian....
Dipersembahkan kepada semua orang  yang selalu berinteraksi, berkomunikasi, dan membuat relasi untuk membantu orang lain”......
[1] Teknik Rapport
2 Prilaku Attending
3Teknik Strukturing
4 Teknik Attending
5 Empati
6 Dorongan Minimal
7 Tekhnik Refleksi
8 Perilaku Attending
9 Tekhnik Eksplorasi
10 Teknik
11Interpretasi
12Pemberian Informasi
13Teknik eksplorasi pikiran
14Teknik Empati
15Memberi Nasihat
16Teknik Konfrontasi
17Teknik Facilitating
18Teknik menyimpulkan
19Teknik mengakhiri




[1] Teknik Rapport
[2] Prilaku Attending
[3] Teknik Strukturing
[4] Teknik Attending
[5] Empati
[6] Dorongan Minimal
[7] Tekhnik Refleksi
[8] Perilaku Attending
[9] Tekhnik Eksplorasi
[10] Teknik Paraphrasing {menangkap pesan utama}
[11] Interpretasi
[12] Pemberian Informasi
[13] Teknik eksplorasi pikiran
[14] Teknik Empati
[15] Memberi Nasihat
[16] Teknik Konfrontasi
[17] Teknik Facilitating
[18] Teknik menyimpulkan
[19] Teknik mengakhiri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar