“AKHIRNYA.......KUTEMUKAN KUNCI YANG HILANG”
Oleh : Nurul Fazrin BPI V-B
Di rumah yang cukup
sederhana terletak di sebuah desa kecil nan elok tepatnya sebelah utara pusat
kota Sumedang, pada siang hari yang cukup panas terik itu, terjadi sebuah
percakapan yang cukup serius antara seorang ibu dengan anak laki-lakinya yang
baru saja lulus menempuh pendidikan SMA di salah satu SMA negeri di kota
tersebut. Perempuan paruh baya yang usianya
sekitar 49 tahun tersebut terlihat sedang sibuk mengisi format-formt
data bayi yang masuk kedalam kategori kurang gizi (KGR), karena kebetulan sang
ibu masih aktif sebagai kader PKK dan Posyandu di desa tersebut.
|
Dalam
perbincangan yang cukup lama tersebut, si anak sangat serius mengemukakakn keinginan
besarnya untuk meneruskan pendidikannya ke perguruan tinggi, dengan wajah yang
terlihat sangat antusias dan sesekali diiringi dengan ucapan “memelas” kepada
ibunya, si anak terus berbicara tanpa henti disertai harapan yang sangat besar
agar ibunya bersedia membiayainya untuk bisa meneruskan pendidikan ke perguruan
tinggi. “Bu, Ibu mengertikan pentingnya arti pendidikan?, apalagi Kakak kan
anak laki-laki ibu satu-satunya, zaman sekarang ijazah SMA itu mana laku bu,
paling-paling cuma bisa dipakai melamar ke pabrik-pabrik kecil bu. Ibu pengen
kan punya anak yang sukses, bisa jadi direktur, pengusaha atau paling tidak
bisa jadi pegawai negeri, Kakak kan sayang banget sama ibu, Kakak pengen banget
buat ibu bangga”, anak lak-laki yang bernama Fazrin tersebut terus memohon
dengan wajah “memelas” kepada sang ibu yang sudah berusia paruh baya tersebut.
Si
ibu yang dari tadi sibuk mengisi format hanya tersenyum sapu, terlihat matanya
mulai berkaca-kaca sambil menatap tajam kepada anak laki-laki yang dicintainya
tersebut, lalu sang ibu menjawab dengan suara penuh kelembutan dan hati-hati
karena takut menyinggung sekaligus mematahkan semangat anaknya yang terlihat
sangat berambisi untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi tersebut,“
Fazrin sayang, Ibu sangat memahami dan mengerti keinginan Kakak. Ibu mana yang
tak ingin melihat anaknya sukses, ibu mana yang tak ingin melihat anaknya jadi
sarjana, ibu sangat ingin membahagiakan kalian, melihat semua anak-anak ibu
jadi sarjana dan hidup sukses adalah
impian terbesar dalam hidup ibu. Apalagi Kakak anak laki-laki ibu satu-satunya
dan sangat ibu cintai, tapi Kakak juga bisa lihat kan kondisi ekonomi keluarga
kita sekarang seperti apa? Semenjak Abah kalian pergi meninggalkan Ibu, Kakak
dan keluarga ini empat tahun yang lalu, ibu hanya mengandalkan upah yang tak
seberapa dari PKK itupun hanya dua bulan sekali, semua itu dipakai untuk biaya
hidup kita sehari-hari. Teteh juga kan baru satu bulan masuk kerja di pabrik
sepatu, jadi belum bisa memberi ibu dan kalian uang untuk biaya sehari-hari,
ditambah si bungsu kan baru saja masuk SMP. Jadi Kakak yang sabar aja ya sayang,
Insya Allah tahun depan mudah-mudah kondisi perekonomian keluarga kita akan
kembali stabil, Teteh kalian bisa lancar kerjanya, bisa ngirim kita uang. Ibu
janji akan menyekolahkan kamu nak ke perguruan tinggi, tapi bukan tahun ini ya,
kakak mengerti kan apa yang ibu ucapkan?, bukan maksud ibu untuk mematahkan
semangatmu nak, maafkan ibu ya nak”. Sambil meneteskan air mata sang ibu
memeluk anak laki-laki tersebut. “Iya bu, kakak mengerti”, anak tersebut
membalas pelukan ibunya tersebut disertai dengan mata berkaca-kaca.
Setelah
dialog serius di siang hari kemarin dengan ibunya, hari-hari terasa berat untuk
dilalui oleh pemuda tersebut. Hatinya terasa miris dan sakit ketika melihat
kawan-kawan lamanya memakai jas almamater universitas. Hidupnya seakan tak
punya arah akan tetapi ia mempunyai keyakinan bahwa Allah pasti akan
membantunya, ia tetap bertawakal walau ada kalanya ia terlarut dalam kesedihan.
Perputaran waktu sepertinya tak ada yang berubah setelah empat bulan lulus dari
SMA, sekarang pemuda tersebut banyak mengurung diri di kamar. Pagi hari selepas shalat subuh berjama’ah,
seperti biasa ia menimba air untuk adiknya mandi, beres-beres rumah, menyapu
halaman, mencuci baju dan membantu semua ekerjaan ibunya. Tak ada yang berbeda
dari akitivas keseharian pemuda tersebut, hari demi hari dilaluinya seperti itu
disertai dengan penuh kesedihan.
Bayang-bayang,
harapan dan Impian besar untuk meneruskan pen-didikannya ke
perguruan tinggi seakan-akan mulai pudar. Bulan kelima pasca kelulusannya dari
SMA tak ada yang berubah dari sikap dan aktivitasnya yang penuh dengan
kesedihan dan keputusasaan. Hingga akhirnya ia mulai tersentuh setelah membaca
sebuah artikel singkat dari sebuah surat kabar lokal yang berisi tentang
pengalaman seseorang yang mempunyai nasib seperti yang dialaminya saat ini.
Orang tersebut mengaku mulai terbuka fikiran dan hatinya setelah datang dan
berkonsultasi dengan salah seorang konselor di PIKR (Pusat Informasi Konseling
Remaja) yang merupakan salah satu program binaan BKKBN Kabupaten Sumedang.
Setelah membaca artikel tersebut, harapannya untuk bisa keluar dari kesedihan
yang berkepanjangan akhirnya mulai terbuka. Ia sangat berniat untuk datang
berkonsultasi kepada konselor tersebut,
berharap banyak agar masalahna dapat terselesaikan seperti kisah orang yang ada
dalam artikel tersebut.
Keesok
harinya, seperti biasa pemuda tersebut bangun pagi dan melakukan aktivitas
hariannya. Namun ada yang berbeda dengan hari tersebut, setelah selesai
mengerjakan pekerjaan rumah, ia lekas mandi dan berpakaian rapi. Tak lama lalu
berpamitan kepada sang ibu untuk pergi ke kantor BKKBN yang jaraknya lumayan
jauh sekitar ± 10 KM dari rumah
tempat tinggalnya, tanpa mengutarakan niatnya untuk berkonsultasi kepada
koselor. Setelah satu jam menempuh perjalanan dengan menggunakan angkot,
terlihat bangunan berwarna biru yang merupakan Kantor pusat BKKBN Kabupaten
Sumedang, “ Bang, berhenti di depan kantor BKKBN ya, yang bangunan biru itu kan
bang kantornya?”,tanya pemuda tersebut. “Oo..iya A, mau berhenti disana ya?”, supir
angkot tersebut balik bertanya kepada sang pemuda. “Iya Bang, ada
keperluan....Kiri bang, kiriii....”. “Oo..iya A, maaf ya ga pas depan gerbang,
hee”. “sip bang, makasih ya”..sambil tersenyum pemuda tersebut menyodorkan Uang
sepuluh ribuan kepada abang supir, “Aduh A, maaf ga ada kembaliannya, abang
baru aja narik jadi belum punya uang kembalian”, jawab supir tersebut. “ Iya bang,
udah ga apa-apa, ambil aja uang kembaliannya ya, buat tambah-tambah bensin”,
sambil tesenyum ia lekas berjalan menuju gerbang kantor BKKN yang jaraknya
sekitar 25 meter dari mulut jalan. “ Makasih ya A, aduh si aa ini baik banget,
hee...........” dengan tersenyum supir tersebut menginjak angkot tuanya, dan
meninggalkan pemuda tersebut. Langkah kakinya mulai berhenti ketika ia sampai
di gerbang kantor lalu disapa oleh seorang satpam yang berperawakan sedikit
gendut kekar, ” Mas, ada yang bisa saya bantu”, satpam tersebut tersenyum
ramah, menyapa pemuda yang terlihat kebingungan tersebut, sekilas ia dapat
menebak bahwa pemuda tersebut sedang dilanda kegalauan. “Eee..ee..iya pak, saya
mau tanya kalau sekretariat PIKR di sebelah manaya pa?”. Dengan sedikit nada
gugup pemuda tersebut menanyakan letak sekretariat PIKR. “ Oo..Mas, mau ke
sekre PIKR to? Mas ini tinggal jalan lurus aja, ada kantin belok kiri, nah
disana Mas bisa lihat pintu yang ada tulisan sekretariat PIKR ”, dengan logat
jawanya yang masih kental satpam tersebut menunjukkan letak sekretariat PIKR. “
Oo iya pak, makasih banyak ya pak”. “ Sama-sama Mas, mudah-mudah Mas dapet
solusinya ya”. Seperti sudah mengetahui maksud kedatangan pemuda itu satpam
gendut tersebut tersenyum manis dan mempersilahkan pemuda tersebut untuk masuk.
Dengan
langkah yang cukup santai pemuda itu sampai di depan pintu sekretariat PIKR, di
meja resepsionis terlihat seorang petugas wanita cantik berjilbab yang
kelihatan umurnya sekitar 25 tahun, tersenyum ramah dan mem-persilahkan pemuda
tersebut untuk mengisi daftar tamu yang ada di meja.” Mas, silahkan isi dulu
daftar kunjungannya, jika sudah selesai,
Mas bisa nunggu di kursi sebelah sana ya ”. petugas tersebut dengan ramahnya
mempersilahkan pemuda itu untuk duduk menunggu giliran, terlihat dari ventilasi
jendela ada seorang remaja putri sedang berkonsultasi sambil menangis di
ruangan konseling”. Sesekali wajah remaja putri tersebut terlihat marah, sesekali
pula rmaja putri tersebut menangis. Dalam hati pemuda tersebut bertanya-tanya,
“ Mungkin wanita yang kelihatannya masih kelas 1 SMA tersebut memiliki masalah
yang lebih besar dari ku”. Terlihat wajah pemuda tersebut panik dengan seabreg
harapan sang konselor dapat menuntunnya menemukan solusi dari segala
permasalahan yang tengah ia hadapi. Ia lihat jam yang menempel di pojong kiri
ruangan menunjukkan pukul sebelas siang, rupanya sudah hampir setengah jam pemuda
tersebut menunggu di kursi tunggu, “krek..krek” terdengar pintu mulai dibuka,
terlihat remaja tadi keluar dari ruangan tersebut dengan wajah yang berseri
bahagia. Sambil terheran pemuda tersebut menatap wajah yang baru saja keluar
dari ruangan konselor, dari rona wajahnya ia terlihat sangat lega dan plong,
mungkin ia sudah merasa unek-unek dalam hatinya tersalurkan atau juga ia merasa
lega karena sudah menemukan solusi atau per-masalahan-permasalahannya,“
Silahkan Mas bisa langsung masuk” petugas tersebut dengan tersenyum
mempersilahkan pemuda tersebut untuk masuk. “ Tok...tok..tok, Assalamu’alaikum warahmatullah, boleh saya masuk Pak”. Dengan sedikit gugup pemuda tersebut mengetuk pintu ruangan konseling
yang sedikit terbuka
Terdengar
suara lembut dari dalam “wa’alikumussalam…silahkan masuk”[1], koselor dengan wajah berseri dan
tersenyum dan mempersilah duduk.
Pemuda tersebut pun duduk dengan
wajah masih murung dan sedikit gugup. lalu sang konselor yang usianya kelihatan ± 25 tahun, dengan penampilan rambut khas Andhika
Pratama dan dasi merah muda dipadu dengan kemeja abu menambah kesan rapi dan
wibawa dari sang konselor tersebut. “ Apa kabar de ? nama saya Budi
Sasono, boleh tahu nama ade siapa?”[1],
sang konselor tersenyum sambil menyodorkan tangannya untuk bersalaman dengan pemuda
tersebut. “ Nama saya Fazrin pa ”, dengan sedikit wajah gugup dan murung pemuda tersebut menjawab.”
Oo...Fazrin ya, nama yang bagus, dan pasti punya makna filosofis ya?”, konselor
mulai melakukan pendekatan terhadap sang pemuda tersebut. ” Iya Pak, tapi saya hanya megetahui sedikit saja mengenai makna nama Nurul Fazrin,
mungkin orangtua saya memberi nama tersebut karena mereka ingin punya anak yang
bermanfaat dan bisa menerangi atau membimbing masyarakat ke arah kebaikan pak”
pemuda tersebut mulai terlihat tersenyum “ iya saya yakin fazrin ini akan bisa
menerangi dan membimbing masyarakat kearah kebaikan, karena saya dapat melihat
dari keteguhan yang tergambar dari wajah Fazrin, jangan ragu terhadap potensi
dalam diri fazrin ya”[2],
pemuda tersebut hanya menganggukan kepalanya, “ Ada yang bisa Fazrin ceritakan
kepada saya, tentang problematika yang sedang fazin alami saat ini, tapi mungkin sebelumnya
kita lakukan dulu kesepakatan ya,
berapa menit kita akan melakukan konseling ini”[3].
“Oo..iya pa terima kasih sebelumnya”, “ Sampai jarum panjang
jam ke angka 6 ya? ”, pada waktu itu jam menunjukkan pukul
1.30 WIB. ” Iya Pak” disertai anggukan
kepala pemuda tersebut menjawab. “ Silahkan, sekarang Fazrin bisa ceritakan apa
yang membuat hati Fazrin tidak nyaman sehingga mendorong Fazrin untuk datang
kesini ? ”[4]. ”
Iya pak terima kasih
sebelumnya, sebenarnya perasaan tak nyaman, sedih dan rasa
kecewa ini sudah saya rasakan sejak 6 bulan yang lalu selepas
Lulus SMA, ketika saya mempunyai keinginan besar untuk melanjutkan pendidikan ke
perguruan tinggi, saya sangat ingin membanggakan ibu saya pak,”. “Ehmm....saya dapat merasakan dan memahami bagaimana perasaan Fazrin ”[5] ...”Oh..iya,
Lalu...” [6]
“ Iya pak, saya
sangat ingin meneruskan sekolah ke perguruan tinggi seperti kebanyakan
teman-teman SMA saya” terlihat mata pemuda tersebut mulai berkaca-kaca. “
Nampaknya anda mem-punyai semangat yang sangat besar untuk meneruskan
pendidikan[7], lalu apa yang menjadi kendala Fazrin ???. “
Saya bingung Pak, Ibu saya tidak sanggup untuk membiayai pendidikan saya sampai
ke perguruaan tinggi, semenjak ditinggalkan oleh Bapak, kami hanya mengandalkan
intensif ibu ibu hanya seorang kader PKK yang gajinya cuma tiga ratus ribu,
itupun dua bulan sekali Pak, sedangkan Kakak perempuan saya baru saja bekerja
di perusahaan sepatu di Bandung, adik saya juga baru saja masuk SMP Pak, saya sadar
akan realita kehidupan yang terjadi, tapi keinginan saya untuk kuliah sangat
besar Pak “. “ehmmm.....”[8], sang konselor
terlihat sangat fokus mendengarkan curahan hati pemuda tersebut, sesekali
menganggukan kepalanya. “ Lalu...bisa Fazrin jelaskan apa yang mebuat Fazrin
begitu sangat berambisi untuk kuliah”[9].
“ Keinginan didasari karena saya sangat ingin sukes dan membahagiakan ibu, saya
ingin beliau bangga, saya juga ingin mengangkat martabat keluarga di depan
orang lain.., saya sadari lulusan SMA tidak punya banyak keahlian jika langsung
turun ke lapangan kerja, paling-paling Cuma kerja jadi karyawan pabrik atau
toko Pak, ” Ehmm...saya mengerti maksud Fazrin, Fazrin sangat berambisi untuk
kuliah karena ingin membahagiakan ibu
dan keluarga Fazrin kan?, Tapi Fazrin merasa lulusan SMA tidak mempunyai
kemampuan ataupun keahlian untuk
langsung bekerja?”[10].
“ Iya Pak seperti itu, bapak juga tahu kan bahwa pada dasarnya di SMA tidak
dibekali dengan keahlian bekerja secara mendalam, apalagi saya merasa tidak punya
keahlian untuk langsung bekerja di bidang apapun, tapi saya merasa sangat
bingung dan sedih karena saya pun tidak meneruskan kuliah karena faktor
ekonomi”. Pemuda tersebut terlihat semakin terbuka kepada sang konselor. “Saya
Juga lulusan SMA, memang yang saya rasakan di SMA tidak debekali tentang
keahlian bekerja secara khusus seperti halnya di SMA[11],
tapi saya yakin lulusan SMA punya banyak potensi yang belum tergali dalam
dirinya sama seperti Fazrin. Dalam diri Fazrin pasti punya potensi besar , yang
saat ini Fazrin hanya perlu kunci untuk membuka potensi besar dalam diri Fazrin
tersebut”. “Tapi saya tidak mengetahui bagaimana cara menemukan kunci tersebut
Pak, Bapak tahu sendiri kan ketika saya harus langsung turun ke lapangan kerja,
saya terhalang oleh kendala keahlian. Sedangkan untuk melanjutkan kuliah
terhalang oleh faktor ekonomi, lalu apa yang dapat saya lakukan sekarang pak???”,
“ Jika sekarang yang menjadi faktor kendala atau hambatan Fazrin untuk
membahagiakan ibu dan keluarga adalah masalah keahlian dan ekonomi, kenapa
Fazrin tidak mencoba untuk mengikuti pelatihan-pelatihan ke-ahlian kerja yang
di buat oleh pemerintah, misalnya BLK atau singkatan dari Bina Lapangan Kerja ”[12],
“ Oh...memang seperti apa program pelatihan tersebut Pak..?”. “ Pelatihan
tersebut dibuat untuk lulusan SMA yang memang belum siap untuk terjun langsung
ke dunia pekerjaan. Para lulusan SMA tersebut akan dibekali berbagai macam
keahlian, tidak hanya menjadikan mereka siap untuk turun bekerja akan tetapi
juga siap menjadikan mereka menciptakan
lapangan pekerjaan”...” Tapi apa prospek ke depannya bagus pak?”, “ Prospeknya
tentu lebih baik dibanding dengan membiarkan diri Fazrin tderlarut-larut dalam
kesedihan. Prospek kedepannya itu ada di tangan Fazrin sendiri, bagaimana apakah Fazrin punya ide lain selain apa yang telah saya sampaikan
barusan?[13]...”Ehmmm...saya
tidak mempunyai ide apapun Pak, tak pernah terpikir sedikitpun sebelumnya untuk
mengikuti program tersebut, mungkin karena kurangnya informasi atau juga
mungkin saya terlalu terlarut dalam kesedihan sehingga pikiran saya menjadi
buntu, yang saya pikirkan hanya kuliah..kuliah.. kuliah..dan merenungi nasib
masa depan saya seperti apa. Bisakah bapak menasihati saya, apa yang harus saya
lakukan kedepannya.....!!”, “Iya Fazrin, saya dapat merasakan bagaimana
penatnya pikiran Fazrin saat itu[14],
sekarang untuk lebih meyakinkan Fazrin, saya menganjurkan kepada Fazrin untuk
mencari informasi lebih lanjut mengenai
program BLK tersebut ke Depnaker Kabupaten Sumedang, nanti Fazrin akan
mengetahui dari mulai pendaftaran, pelaksanaan bahkan sampai prospek kedepannya
seperti apa. Ini adalah program gratis yang dibuat oleh pemerintah, jadi Fazrin
jangan khawatir dengan masalah biaya ya, mungkin ini bisa menjadi langkah awal
Fazrin untuk membahagiakan ibu...setelah Fazrin mengikuti pelatihan BLK ini
setidaknya Fazrin akan mempunyai bekal untuk terjun ke lapangan pekerjaan,
Fazrin hanya perlu bersabar, setelah nanti bekerja Fazrin bisa meneruskan
kuliah, yang waktunya bisa disesuaikan dengan waktu Fazrin bekerja...ingat ini
bukan tujuan, tapi semua ini adalah langkah awal Fazrin menuju kesuksesan
dimasa depan, bukankah untuk meraih kesuksesan perlu proses yang begitu panjang
disertai pengorbanan yang besar”[15],
“Eee...iya Pak, saya optimis sepertinya itu adalah langkah awal saya untuk
meraih kesuksesan”, dengan wajah yang masih sedih pemuda tersebut menjawab,
“Optimis kok wajahnya masih kelihatan sedih, saya tidak melihat adanya
keoptimisan jika wajah Fazrin masih murung seperti itu[16],
ingat bahwa diri kita adalah apa yang kita pikirkan, tetep positif thinking dan
yakinlah bahwa Allah akan memberikan rencana yang indah untuk Fazrin. Asalkan
Fazrin mau berusaha dan selalu berkhusnudzon kepada rencana Allah SWT[17]
”,konselor membalas kesedihannya dengan penuh senyuman..”Iya Pak, saya sadari
memang salah jika saya terus terlarut dalam kesedihan, dan mungkin ini adalah
saatnya saya harus bangkit, optimis mengenai rencana yang telah Allah
persiapkan untuk saya”. Terlihat pemuda tersebut mulai tersenyum dan menunjukan
wajah yang optimis.”I like this, saya senang dengan sikap Fazrin seperti ini,
tidak salah orangtua Fazrin memberi nama Nurul Fazrin...karena saya yakin
fazrin adalah orang yang akan mampu menerangi diri sendiri dan orang lain”.
“Terima kasih ya Pak atas solusinya, sekarang rasa sedih itu sedikit-sedikit
sudah mulai hilang” terlihat wajahnya yang murung berubah menjadi tersenyum
lepas penuh harapan...” iya sama-sama Fazrin, sebenarnya solusi ada dalam diri Fazrin
sendiri, saya hanya memfasilitasi Fazrin untuk menemukan kunci kesuksesan yang
ada dalam diri Fazrin,,jika sekarang kuncinya sudah Fazrin temukan, segera buka
ya agar tidak tertutup kembali. Lihatlah dibalik pintu tersebut ada harta yang
begitu berharga, yaitu potensi besar yang Fazrin miliki untuk meraih semua
kesuksesan hidup”[18].”Terima
kasih ya Pak penjelasannya begitu menyentuh, saya tak salah datang kesini untuk
mencari solusi”...”Iya Fazrin sama-sama, silahkan Fazrin bisa datang kesini
lagi kapan saja, kita sharing lagi ya...Oo..iya sesuai kesepakatan waktu di
awal konseling, jarum panjang sudah hampir menunjuk ke angka 6, mungkin di lain
kesempatan kita bisa sharing kembali ya Fazrin”[19].
“Senang sekali Pak. rasanya penat dan sedih ini sudah mulai hilang, kalo begitu
saya pamit Pak, terima kasih ya Pak...Assalamu’alaikum” sambil menjabat tangan
sang konselor, pemuda tersebut berpamitan. ”Wa’alaikumsalam warahmatullah..hati-hati
dijalan ya”. Akhirnya dengan langkah yang pasti pemuda tersebut mulai
melangkahkan kaki keluar, sesekali menatap langit dengan penuh rasa optimis
berharap hari esok lebih baik dari hari ini.
Sekian....
“Dipersembahkan kepada semua
orang yang selalu berinteraksi,
berkomunikasi, dan membuat relasi untuk membantu orang lain”......
[1] Teknik Rapport
2
Prilaku Attending
3Teknik Strukturing
4
Teknik Attending
5
Empati
6 Dorongan
Minimal
7 Tekhnik
Refleksi
8 Perilaku
Attending
9 Tekhnik
Eksplorasi
10 Teknik
11Interpretasi
12Pemberian
Informasi
13Teknik eksplorasi pikiran
14Teknik Empati
15Memberi Nasihat
16Teknik Konfrontasi
17Teknik Facilitating
18Teknik menyimpulkan
19Teknik mengakhiri
[6] Dorongan Minimal
[7] Tekhnik Refleksi
[8] Perilaku Attending
[9] Tekhnik Eksplorasi
[10] Teknik Paraphrasing {menangkap pesan utama}
[11] Interpretasi
[12] Pemberian Informasi
[13] Teknik eksplorasi pikiran
[14] Teknik Empati
[15] Memberi Nasihat
[16] Teknik Konfrontasi
[17] Teknik Facilitating
[18] Teknik menyimpulkan
[19] Teknik
mengakhiri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar